Keputusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-49716/PP/M.VI/16/2013
Tinggalkan komentar26 Februari 2018 oleh anggi pratiwi
Keputusan Pengadilan Pajak
RISALAH
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-49716/PP/M.VI/16/2013
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-49716/PP/M.VI/16/2013
JENIS PAJAK
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai
TAHUN PAJAK
2008
2008
POKOK SENGKETA
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 sebesar Rp.158.274.082,00.
Menurut Terbanding
|
:
|
bahwa Terbanding sebelumnya telah melakukan Rekapitulasi Faktur Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri (Kode Faktur 01…) dan telah ditarsir ke bukti pendukung, hasil Rekapitulasi adalah Rp126.444.351.558,00 termasuk adanya koreksi atas penyerahan yang terutang PPN yang belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN sebesar Rp253.871.065,00. Koreksi atas Penyerahan yang PPN nya tidak dipungut sebesar Rp4.613.777.528,00
bahwa koreksi berasal dari Faktur Pajak Keluaran Nomor: 070.000-08-00000135 tanggal 15 April 2008 yang tidak dilaporkan kembali dalam SPT Masa PPN masa pajak April 2008 Pembetulan (3) tanpa ada nota retur sebesar Rp1.221.818,00 (dalam pembahasan akhir pemeriksaan). Koreksi Negatif atas Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN sebesar (Rp114.357.210,00)
bahwa termasuk koreksi atas penyerahan Tandan Buah Segar sebesar Rp4.104.000,00 Pemohon Banding menerbitkan 2 Nota Claim dengan nomor yang saman yaitu: Nomor: 032/FS-KAS/IV/2008 tanggal 23 April 2008 untuk klaim susut kontrak 018/KAS-CPO/MDN/II/2008 dan Tanda Buah Segar. Pemohon Banding hanya melaporkan penyerahan sejumlah Rp323.582,00 sedangkan klaim atas Tandan Buah Segar tidak dilaporkan Pemohon Banding dalam Penyerahan yang dibebaskan PPN. Koreksi Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp158.274.082,00
bahwa sesuai data yang ada Pajak Masukan untuk seluruh kegiatan yang dilakukan Pemohon Banding dikreditkan dalam SPT Masa PPN bulan Januari sampai dengan Desember 2008 yaitu sebesar Rp3.505.195.363,00. Koreksi Pajak Masukan atas pembelian Kijang Innova Rp16.505.909,00
bahwa dalam surat Keberatan dan banding, Pemohon Banding tidak menyebutkan secara tegas keberatan atas koreksi Pajak masukan pengadaan Kijang ini, akan tetapi, dalam Berita Acara Pembahasan Sengketa dengan Terbanding Pemohon Banding memberikan alasan bahwa Mobil Kijang Innova merupakan mobil yang telah digunakan untuk kegiatan usaha secara umum di Indonesia, bagi perusahaan, mobil tersebut nyata-nyata digunakan untuk mendukung kegiatan operasional sehari-hari sehingga seharusnya pajak masukkannya dapat dikreditkan. Koreksi Pajak Masukan atas Pembelian Instan Mocas Chocolatos untuk karyawan lembur sebesar Rp174.454,00
bahwa Terbanding berpendapat bahwa Pemohon Banding tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas pembelian Instant Mocas Chocolatos untuk karyawan lembur, karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha sesuai Pasal 9 ayat (8) huruf b UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 2000, dengan demikian Faktur Pajak masukannya harus dikoreksi. Koreksi Pajak Masukan karena jawaban Konfirmasi Faktur Pajak Nomor:010-000-08-00000016 sebesar Rp43.188.844,00
bahwa Terbanding berpendapat bahwa koreksi berdasarkan hasil konfirmasi ke KPP Pratama Medan Kota bahwa atas Faktur Pajak Masukan Nomor: 010-000-08-00000016 dari PT.Cemerlang Teknik Mulia NPWP 21.005.775.8-122.000 yang menurut Pemohon Banding sebesar Rp43.188.844,00 sedangkan jumlah PPN yg dilaporkan oleh PKP penjual adalah Rp4.318.884,00, sehingga Pajak Masukan tersebut harus dikoreksi. Koreksi Pajak Masukan sesuai KMK 575/KMK.04/2000 sebesar Rp11.899.565,00
bahwa berdasarkan dokumen/berkas yang ada yaitu SPT Masa PPN serta Faktur Pajak Masukan bulan Januari sampai dengan Desember 2008 Pemohon Banding tidak melakukan penghitungan kembali untuk menentukan jumlah kredit pajak yang tidak dapat dikreditkan berkaitan atas perolehan BKP/JKP atas kegiatan penyerahan BKP/JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai sesuai KMK Nomor: 575/KMK.04/2000 diatas. Koreksi Pajak Masukan Impor sebesar Rp 2.371.313,00
bahwa selain itu, karena Surat Setoran Pajak (SSP) menggunakan NPWP Kantor Pusat Pemohon Banding bukan NPWP Pemohon Banding, maka tidak dapat diketahui/diyakini transaksi yang mengakibatkan pembayaran pajak yang mana yang disetor melalui SSP tersebut, hal yang dapat diketahui dari SSP adalah setoran pajak tersebut merupakan setoran pajak untuk pembayaran atas transaksi oleh kantor pusat Pemohon Banding dengan NPWP 02.416.821.3-026.000, bukan 02.416.821.3-118.001 (NPWP Pemohon Banding). Koreksi Pajak Masukan atas Unit Kebun sebesar Rp2.485.805.991,00
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Pemohon
|
:
|
bahwa atas koreksi Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 158.274.082,00 yang terdiri atas koreksi negatif atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai- nya dipungut sendiri sebesar (Rp.4.240.222.895,00), koreksi positif atas penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilai-nya tidak dipungut sebesar Rp4.613.777.528,00 dan koreksi negatif atas penyerahan yang dibebaskan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 114.357.210,00, Pemohon Banding menyatakan menyetujui.
bahwa Pemohon Banding merupakan perusahaan yang bergerak dan berorientasi dibidang industri pengolahan Minyak Nabati, bukan merupakan perusahaan perkebunan sawit sehingga keseluruhan pajak masukannya juga merupakan pajak masukan yang berhubungan dengan kegiatan produksi pengolahan tersebut, antara Kebun dan Pabrik merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai suatu entitas usaha dan merupakan mata rantai produksi yang tidak terputus, hasil penjualan utama perusahaan adalah Minyak Kelapa Sawit dan Inti Kelapa Sawit yang atas penjualannya merupakan penyerahan yang terutang PPN, sehingga keseluruhan PPN masukannya seharusnya dapat dikreditkan, perusahaan tidak melakukan penyerahan atas Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, dalam hal ini adalah Tandan Buah Sawit. Koreksi Pajak Masukan atas pembelian Kijang Innova Rp16.505.909,00
bahwa mobil kijang adalah mobil niaga yang secara umum merupakan mobil yang banyak digunakan untuk kegiatan operasional sehari-hari. Jika dilihat dari STNK mobil Kijang merupakan mobil type minibus, bukan type van. Koreksi Pajak Masukan atas Pembelian Instan Mocas Choclatos untuk karyawan lembur sebesar Rp174.454,00
bahwa pembelian Instant Mocas Chocolatos untuk karyawan lembur dilakukan dalam rangka mendukung produktivitas untuk keperluan lembur, meningkatkan produktivitas dalam mendorong hasil produksi, sehingga perolehannya berhubungan dengan produksi, seharusnya dapat dikreditkan. Koreksi Pajak Masukan karena Jawaban Konfirmasi Faktur Pajak Nomor 010-000-08-00000016 Rp43.188.844,00
bahwa jawaban konfirmasi yang menyatakan tidak ada adalah bukan meruapkan tanggung jawab kami sebagai pihak pembeli karena kami telah melaksanalkan semua kewajiban sehubungan dengan pembelian tersebut. Koreksi Pajak Masukan sesuai KMK 575/KMK.04/2000 sebesar Rp11.899.565,00
bahwa koreksi tidak perlu dilakukan karena berdasarkan KMK tersebut telah ditegaskan bahwa PM sebesar Rp11.973.362,00 seharusnya tetap dapat dikreditkan sepenuhnya tanpa dilakukan penghitungan kembali. Koreksi atas Pajak Masukan Impor sebesar Rp2.371.313,00
bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi tersebut karena SSP disetor menggunakan NPWP pusat sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Angka Pengenal Impor (NPWP Pusat), apabila diisikan dengan NPWP sesuai SPPKP (02.416.821.3-118.001), maka sistem di Bea Cukai tidak akan bisa memproses sehingga kegiatan impor akan terkendala. Koreksi Pajak Masukan atas Unit Kebun sebesar Rp2.485.805.991,00
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menurut Majelis
|
:
|
bahwa dalam pemeriksaan persidangan tanggal 26 Maret 2013, Pemohon Banding menyatakan menyetujui koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPN Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 sebesar Rp158.274.082,00.
bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas dasar pengenaan pajak sebesar Rp158.274.082,00 dipertahankan.
bahwa dalil Terbanding melakukan koreksi atas pajak masukan sebesar Rp2.485.805.991,00 adalah karena Pajak Masukan tersebut adalah untuk keperluan Kebun, dimana BKP dari Kebun adalah TBS yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, sehingga atas perolehan Pajak Masukan sehubungan dengan kebun tidak dapat dikreditkan.
bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi Terbanding dengan dalil Pemohon Banding merupakan perusahaan yang bergerak dan berorientasi dibidang industri pengolahan Minyak Nabati, bukan merupakan perusahaan perkebunan sawit sehingga keseluruhan pajak masukannya juga merupakan pajak masukan yang berhubungan dengan kegiatan produksi pengolahan tersebut, antara Kebun dan Pabrik merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai suatu entitas usaha dan merupakan mata rantai produksi yang tidak terputus, hasil penjualan utama perusahaan adalah Minyak Kelapa Sawit dan Inti Kelapa Sawit yang atas penjualannya merupakan penyerahan yang terutang PPN, sehingga keseluruhan PPN masukannya seharusnya dapat dikreditkan, perusahaan tidak melakukan penyerahan atas Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, dalam hal ini adalah Tandan Buah Sawit.
bahwa dalam persidangan, Terbanding menyatakan terdapat sengketa koreksi Pajak masukan atas biaya survey sebesar Rp10.000.000,00 diluar nilai koreksi pajak masukan sebesar Rp2.485.805.991,00 dan Pemohon Banding menanggapi dengan menyatakan tidak menyengketakan yang diluar sudah disengketakan (dalam surat banding). Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas fakta dan dokumen-dokumen yang disampaikan para pihak, nilai pajak masukan sebesar Rp10.000.000,00 berupa biaya survey termasuk dalam koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp2.485.805.991,00 dan disengketakan oleh Pemohon Banding dalam Surat Banding, dengan demikian Majelis berpendapat nilai koreksi Pajak Masukan Rp10.000.000,00 masih menjadi bagian pokok sengketa pajak masukan.
bahwa peraturan perpajakan yang terkait dengan sengketa adalah sebagai berikut:
bahwa Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur sebagai berikut: “Pajak Masukan dalam suatu masa dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam masa pajak yang sama”.
bahwa Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur sebagai berikut: “Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak”.
bahwa Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur sebagai berikut: “Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan”. Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur:“Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
bahwa Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mengatur sebagi berikut :
A.kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean,
B. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu, C. impor Barang Kena Pajak tertentu, D. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, E. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 2. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan.(3) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.”
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen-dokumen yang disampaikan Terbanding dan Pemohon Banding, Fakta Hukum yang terungkap dalam persidangan adalah sebagai berikut:
bahwa Pemohon Banding mendapat ijin berusaha sebagai Industri Perkebunan dari Bupati Tapanuli Selatan melalui Surat Keputusan No. 503/021.A/k/2005 tanggal 7 Februari 2005.
bahwa Pemohon Banding juga memperoleh persetujuan dari BKPM melalui surat keputusan No.138/I/PMDN/2005 tanggal 19 September 2005 untuk melakukan kegiatan investasi di bidang Perkebunan Kelapa Sawit Terpadu dengan pengolahannya menjadi industry minyak kasar (minyak makan) dari Nabati;.
bahwa Pemohon Banding tidak melakukan penjualan TBS kepada Pihak lain dan hanya menjual Minyak sawit dan Minyak Inti sawit hasil dari pengolahan di pabriknya.
bahwa Pemohon Banding dalam SPT Masa PPN-nya juga tidak melaporkan adanya penyerahan/penjualan Tandan Buah Segar (TBS), yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN.
bahwa berdasarkan uraian fakta hukum tersebut di atas dan berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa menurut Majelis, berdasarkan fakta dalam persidangan terbukti Pemohon Banding adalah perusahaan Integrated dengan jenis kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit terpadu yang mempunyai unit perkebunan dan pengolahan (pabrik) yang terdaftar sebagai satu Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak, yang menghasilkan minyak sawit dan minyak inti sawit.
bahwa menurut Majelis, berdasarkan fakta dalam persidangan terbukti Pemohon Banding hanya melakukan penyerahan berupa Minyak sawit dan minyak inti sawit yang terutang PPN.
bahwa menurut Majelis, berdasarkan fakta dalam persidangan terbukti Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak/dibebaskan pajak kepada pihak lain berupa Tandan Buah Segar yang dihasilkan oleh unit Perkebunannya maupun yang diperoleh dari pembelian dari pihak lain.
bahwa menurut Majelis, penentuan dapat dikreditkannya suatu pajak masukan haruslah dikaitkan dengan bidang usaha dan penyerahan yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak bukan dikaitkan dengan jenis barang yang dihasilkan oleh Pengusaha Kena Pajak, hal ini secara implisit sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang menyatakan “…Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama”, dan Pasal 9 ayat (5) yang menyatakan “Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
bahwa mengenai dalil Terbanding yang mendasarkan pada Pasal 9 ayat (8) huruf b dan Pasal 16 B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000, Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa menurut Majelis, berdasarkan fakta dalam persidangan terbukti Pemohon Banding merupakan perusahaan intergrated yang mempunyai unit perkebunan dan pengolahan TBS yang terdaftar sebagai satu Pengusaha Kena Pajak (Pemusatan).
bahwa menurut Majelis, berdasarkan fakta dalam persidangan terbukti Pemohon Banding tidak melakukan penjualan TBS dan hanya melakukan penjualan Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit yang terutang PPN.
bahwa oleh karena itu Majelis berpendapat, pajak masukan yang digunakan di unit kebun, tetap berhubungan dengan kegiatan usaha, dengan demikian Pasal 9 ayat (8) huruf b tidak dapat diterapkan dalam sengketa ini.
bahwa menurut Majelis, Pasal 16 B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai sesuai falsafah dan historisnya, adalah mengatur Pajak Masukan untuk perusahaan yang memperoleh fasilitas atas penyerahan hasil produksinya.
bahwa menurut Majelis, kalimat “atas Penyerahan” dalam Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai merujuk pada penyerahan akhir dari Pengusaha Kena Pajak.
bahwa menurut Majelis, berdasarkan fakta dalam persidangan terbukti Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan atas hasil produksi unit perkebunannya berupa Tandan Buah Segar yang menurut Pasal 16B ayat (3) UU PPN dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, penyerahan Tandan Buah Segar dibebaskan dari pengenaan pajak, tetapi hanya melakukan penyerahan atas hasil akhir produksinya berupa Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, sehingga secara jelas Pasal 16B ayat (3) tidak dapat diterapkan pada sengketa banding ini.
bahwa berdasarkan uraian diatas, majelis berkesimpulan bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan Integrated (kebun dan pabrik) yang terdaftar sebagai satu Pengusaha Kena Pajak (Pemusatan) dan hanya melakukan penyerahan yang terutang pajak, sehingga seluruh pajak masukannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding oleh karenanya dapat dikreditkan.
bahwa dalam musyawarah Majelis, Hakim Wisnoe Saleh Thaib, Ak., M.Sc menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan uraian sebagai berikut:
bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 menetapkan hasil pertanian sebagai Barang Kena Pajak yang bersifat stragis (BKP Strategis) yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
bahwa penjelasan Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai antara lain menjelaskan bahwa salah satu prinsip yang harus dipegang teguh di dalam Undang-Undang Perpajakan adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan yang pada hakikatnya sama dengan berpegang teguh pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu setiap kemudahan dalam bidang perpajakan, jika benar-benar diperlukan, harus mengacu pada kaidah di atas dan perlu dijaga agar didalam penerapannya tidak menyimpang dari tujuan diberikannya kemudahan tersebut.
bahwa berdasarkan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai diatur bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
bahwa selanjutnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KMK-575/KMK.04/2000 Tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, antara lain mengatur bahwa bagi Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai maka pajak masukan yang dibayar atas perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang :
Nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
bahwa oleh karena itu, Hakim Anggota Wisnoe Saleh Thaib Ak, M.Sc berpendapat bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dalam rangka menghasilkan BKP yang tidak terutang PPN yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, harus berlaku sama terhadap semua Wajib Pajak, baik bagi pengusaha kelapa sawit terpadu (integrated) yang mempunyai pabrik CPO maupun bagi pengusaha kelapa sawit yang tidak terpadu (non integrated) yang tidak mempunyai pabrik CPO, sesuai dengan prinsip perlakuan yang sama (equal treatment) sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
bahwa dengan demikian Hakim Anggota Wisnoe Saleh Thaib Ak, M.Sc berpendapat koreksi Terbanding atas Pajak Masukan dalam rangka menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) sudah tepat dan menolak banding atas koreksi tersebut.
bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur: “Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”;
bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, dengan demikian pendapat berdasarkan suara terbanyak Majelis Hakim adalah berketetapan mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap koreksi Pajak Masukan berupa berupa pupuk, suku cadang traktor,dll yang digunakan untuk menghasilkan TBS Kelapa Sawit di unit perkebunan sebesar Rp2.485.805.991,00.
bahwa berdasarkan uraian diatas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Pajak Masukan Unit Kebun sebesar Rp2.485.805.991,00 tidak dapat dipertahankan. Koreksi Pajak Masukan atas pembelian Kijang Innova Rp16.505.909,00
bahwa dalil koreksi Terbanding atas pajak masukan berupa perolehan kjang innova, karena kijang innova ini dipersamakan dengan van, sesuai dengan Pasal 9 aya7 (8) huruf c UU PPN tidak dapat dikreditkan.
bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi Terbanding dengan dalil, sesuai dengan STNK-nya kijang innova termasuk dalam kategori minibus dan digunakan untuk kegiatan operasional sehari-hari sehingga dapat dikreditkan.
bahwa UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 18 Tahun 2000, Pasal 9 ayat 8 huruf c; “Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan”.
bahwa menurut pendapat Majelis jenis mobil kijang Innova tidak termasuk dalam jenis mobil yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana tertulis dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas pajak masukan perolehan kijang innova sebesar Rp16.505.909,00 tidak dapat dipertahankan;
Koreksi Pajak Masukan atas Pembelian Instan Mocas Choclatos untuk karyawan lembur sebesar Rp174.454,00 bahwa koreksi Terbanding atas Pajak Masukan berupa perolehan Mocas Chocolatos dengan dalil Pengadaan makanan/minuman untuk karyawan lembur tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan usaha untuk memproduksi CPO, coklat ini adalah barang konsumsi untuk karyawan lembur untuk menambah stamina, sehingga Pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.
bahwa menurut pendapat Majelis konsumsi Mocas Chocolatos tidak terkait langsung dengan kegiatan usaha Pemohon Banding, dan itu merupakan pemberian kenikmatan kepada pegawai.
baha berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas pajak masukan berupa pembelian makanan/minuman Mocas Chocolataso sebesar Rp174.454,00 sudah benar sehingga dipertahankan. Koreksi Pajak Masukan karena jawaban Konfirmasi Faktur Pajak Nomor: 010-000-08-00000016 Rp43.188.844,00
bahwa Terbanding melakukan koreksi atas faktur pajak masukan nomor: 010.000-08.000016 tanggal 18 April 2008 Rp 43.188.844,00 dengan dalil jawaban konfirmasi atas faktur pajak tersebut hasilnya menyatakan nilai PPN- nya bukan Rp43.188.844,00 tetapi Rp4.318.884,00.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas bukti pengeluaran No.EKN/KAS/0/0805/014 Tanggal 05 Mei 2008,Invoice No. 16/INV- KAS/18D08 Tanggal 18 April 2008 dan Kuitansi pembayaran, terbukti bahwa Pemohon Banding telah melakukan pembayaran atas Faktur Pajak No. 010.000-08.000016 tanggal 18 April 2008 sebesar Rp43.188.844,00.
bahwa menurut pendapat Majelis Pemohon Banding dapat menunjukan bukti- bukti pendukung terkait dengan sengketa, yang menunjukkan bahwa nilai Pajak Masukan atas faktur pajak nomor: 010.000-08.000016 tanggal 18 April 2008 adalah Rp43.188.844,00 dan sudah dilakukan pembayaran.
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas pajak masukan sebesar Rp43.188.844,00 tidak dapat dipertahankan. Koreksi Pajak Masukan sesuai KMK 575/KMK.04/2000 Rp11.899.565,00
bahwa koreksi Terbanding atas pajak masukan sebesar Rp11.899.565,00; dengan dalil Pemohon Banding belum melakukan penghitungan kembali, padahal Pemohon Banding melakukan penyerahan yang terutang PPN dan penyerahan yang dibebaskan PPN
bahwa Pemohon Banding tidak menyetujui koreksi Terbanding dengan dalil semua pajak masukan tersebut dapat dikreditkan karena hanya melakukan penyerahan yang terutang PPN sehingga semua pajak masukan dapat dikreditkan.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen-dokumen yang disampaikan Terbanding dan Pemohon Banding, Fakta Hukum yang terungkap dalam persidangan adalah sebagai berikut:
bahwa koreksi pajak masukan sebesar Rp11.899.565,00 terkait dengan koreksi dasar pengenaan pajak dan koreksi pajak masukan oleh Terbanding, kemudian dihitung secara proporsional berdasarkan perbandingan jumlah penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
bahwa Pemohon Banding tidak melakukan penjualan TBS kepada Pihak lain dan hanya menjual Minyak sawit, Minyak Inti sawit hasil dari pengolahan di pabriknya dan cangkang.
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis, perincian jumlah penyerahan dan pajak masukan yang dilaporkan Pemohon Banding dalam Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut:
bahwa menurut pendapat Majelis, karena Pemohon Banding mempunyai 2 jenis penyerahan yaitu penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai maka terdapat Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang dihitung secara proporsional sesuai KMK.575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak.
bahwa penghitungan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai KMK.575/KMK.04/2000 mengikuti penyelesaian sengketa koreksi Dasar Pengenaan Pajak dan Pajak Masukan sebagaimana telah diuraikan oleh Majelis.
bahwa menurut pendapat Majelis, Pemohon Banding telah menyetujui koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp 259.197.423,00 dengan demikian perincian penyerahan Pemohon Banding menjadi sebagai berikut:
bahwa Majelis telah melakukan pemeriksaan dan mengambil kesimpulan atas koreksi Pajak Masukan dengan hasil sebagai berikut:
bahwa Majelis berpendapat dengan demikian koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai KMK.575/KMK.04/2000 adalah sebagai berikut :1,23% x Rp3.509.314.042,00 = Rp43.164.563,00
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding berupa perhitungan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai dengan KMK.575/KMK.04/2000 (secara proporsional) adalah sudah benar, namun demikian karena sengketa ini terkait dengan koreksi Dasar Pengenaan pajak dan Pajak Masukan, maka Majelis menghitung kembali perhitungan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai KMK.575/KMK.04/2000 dengan hasil pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebesar Rp43.164.563,00.
bahwa dalam musyawarah Majelis, Hakim Wisnoe Saleh Thaib, Ak., M.Sc menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan uraian sebagai berikut :
bahwa Pemohon Banding mempunyai 2 jenis penyerahan yaitu penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai maka terdapat Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang dihitung secara proporsional sesuai KMK.575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak.
bahwa penghitungan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai KMK.575/KMK.04/2000 mengikuti penyelesaian sengketa koreksi Dasar Pengenaan Pajak dan Pajak Masukan sebagaimana telah diuraikan pada pendapat Majelis atas sengketa pajak masukan diatas.
bahwa atas sengketa pajak masukan atas kebun sebesar Rp2.485.805.991,00 hakim Wisnoe Saleh Thaib,Ak.M.Sc berpendapat koreksi Terbanding sudah tepat dan oleh karenanya menolak banding Pemohon Banding.
bahwa rekapitulasi pendapat hakim hakim Wisnoe Saleh Thaib,Ak.M.Sc atas sengketa pajak masukan adalah sebagai berikut:
bahwa dengan demikian jumlah Pajak Masukan menurut hakim Wisnoe SalehThaib,Ak.M.Sc :
Pajak Masukan menurut Terbanding sebelum perhitungan proporsional Rp963.813.298,00Koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dipertahankan Rp59.694.753,00Pajak Masukan menurut Majelis Rp1.023.508.051,00
bahwa perhitungan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan (proporsional) sesuai KMK.575/KMK.04/2000 menurut Hakim Wisnoe Saleh Thaib,Ak.M.Sc adalah sebagai berikut:
bahwa dengan demikian menurut hakim Wisnoe Saleh Thaib,Ak.M.Sc koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai KMK.575/KMK.04/2000 adalah sebagai berikut :1,23% x Rp1.023.508.051,00 = Rp12.589.149,00
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Hakim Anggota Wisnoe Saleh Thaib Ak, M.Sc berpendapat besarnya koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan (proporsional) sesuai KMK.575/KMK.04/2000 sebesar Rp12.589.149,00.
bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur: “Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”.
bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, dengan demikian pendapat berdasarkan suara terbanyak Majelis Hakim adalah berketetapan bahwa cara perhitungan koreksi Terbanding atas Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai KMK.575/KMK.04/2000 (proporsional) sudah benar dan menghitung kembali pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan menjadi sebesar Rp43.164.563,00.
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sesuai KMK.575/KMK.04/2000 sudah benar dan menghitung kembali Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan menjadi sebesar Rp43.164.563,00. Koreksi Atas Pajak Masukan Impor Rp2.371.313,00
bahwa dalil Terbanding melakukan koreksi Pajak Masukan Impor adalah karena NPWP yang tercantum dalam SSPCP menggunakan NPWP Kantor Pusat bukan NPWP Pemohon Banding dengan status cabang.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT) dan SSPCP, sebagai pihak yang tercantum dalam kolom penerima barang dan pembayar pajak adalah Pemohon Banding dengan NPWP 02.416.821.3-026.000 (NPWP Kantor Pusat).
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen SSPCP, sebagai pihak yang tercantum dalam kolom penerimaan pajak adalah nihil/kosong.
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas dokumen bukti pengeluaran No. EKN/KAS/D/0810/017 tanggal 07 Oktober 2008 dan rekening Koran Bank Ekonomi No Rek. 7001873363 periode bulan Oktober 2008, terbukti bahwa pajak masukan impor tersebut telah dilakukan pembayaran.
bahwa berdasarkan dokumen Angka Pengenal Impor Terbatas (APIT) No. 02/APIT/2006/PMDN yang diterbitkan oleh BKPM, terdapat fakta bahwa sebagai pihak yang memperoleh APIT adalah Pemohon Banding dengan NPWP 02.416.821.3-026.000 (NPWP Kantor Pusat).
bahwa Pasal 1 ayat (10) dan (11) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 145/PMK.04/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana dan Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor dan Penerimaan Negara atas Barang Kena Cukai Buatan Dalam Negeri menyebutkan: Ayat (10): Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB atau NTPN dan NTP”. Ayat (11) : SSPCP adalah Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor;
bahwa Pasal 1 ayat (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-148/PJ/2003 tentang Petunjuk Pengisian Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Formulir Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor menyebutkan: ”Impor atas dasar inden adalah suatu kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean yang dilakukan oleh importir untuk dan atas nama pemesan (Indentor) berdasarkan perjanjian pemasukan barang impor antara importir dengan indentor, yang segala pembiayaan impor antara lain pembukaan L/C, Bea, pajak maupun biaya yang berhubungan dengan impor sepenuhnya menjadi beban indentor dan sebagai balas jasa importir memperoleh komisi (handling fee) dari indentor”.
bahwa Pasal 2 ayat (2) huruf b Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-148/PJ/2003 tentang Petunjuk Pengisian Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Formulir Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor menyebutkan: ”Dalam hal impor dilakukan melalui pihak lain (atas dasar inden) maka pengisian NPWP pada huruf A Formulir SSPCP diisi dengan NPWP Importir yang melakukan kegiatan impor tersebut, sedangkan NPWP pada kolom Penerimaan Pajak diatur sebagai berikut: ” untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor dan Pajak Pertambahan Atas Barang Mewah (PPnBM) impor diisi NPWP Indentor (pemilik barang)”.
bahwa Majelis berpendapat dalam SSPCP terdapat kolom isian Penerimaan Pajak yang seharusnya ditulis NPWP Pemohon Banding, namun dalam kolom isian tersebut tidak diisi oleh Pemohon Banding.
bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyampaikan, pemakaian Angka Pengenal Impor Kantor Pusat Pemohon Banding tidak melalui permohonan terlebih dahulu.
bahwa tidak ada data yang menunjukan bahwa SSPCP tersebut tidak dikreditkan oleh Kantor Pusat Pemohon Banding.
bahwa Pajak Masukan dapat dikreditkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
bahwa memenuhi persyaratan formal yaitu tercantum dalam Faktur Pajak Standar yang diisi dengan lengkap, jelas dan benar sesuai Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun1983 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dan belum dilakukan pemeriksaan sebagaima diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
bahwa memenuhi persyaratan materiil yaitu berhubungan langsung dengan kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (5) juncto ayat (8) huruf bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tentang Undang-Undang Nomor 8Tahun1983 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dan belum dibebankan sebagai biaya sebagaima diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (9) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
bahwa Majelis berpendapat SSPCP tersebut tidak dapat dikreditkan karena tidak memenuhi persyaratan formal, faktur pajak tidak diisi dengan lengkap, benar dan jelas yaitu dengan tidak mencantumkan NPWP Pemohon Banding dalam kolom isian penerimaan pajak. Dengan demikian tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun1983 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas pajak masukan impor sebesar Rp2.371.313,00 sudah benar dan dipertahankan.
|
MENIMBANG
Surat Permohonan Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan Majelis.
Surat Permohonan Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan Majelis.
MENGINGAT
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007;
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;
Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007;
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;
Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini.
MEMUTUSKAN
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-099/WPJ.26/BD.06/2012 tanggal 02 April 2012 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor:00009/207/08/118/11 Tanggal 02 Februari 2011 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut :
Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-099/WPJ.26/BD.06/2012 tanggal 02 April 2012 tentang Keberatan Wajib Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor:00009/207/08/118/11 Tanggal 02 Februari 2011 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak :
Ekspor
Penyerahan yg PPN-nya harus dipungut sendiri Penyerahan yg PPN-nya tidak dipungut Penyerahan yg dibebaskan dari pengenaan PPN Dikurangi: Retur Penjualan
|
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
|
0,00
390.531.310.326,00
126.444.351.558,00
6.462.545.314
0,00
|
Jumlah Seluruh Penyerahan
|
Rp
|
523.438.207.198,00
|
Pajak Keluaran yg harus dipungut/dibayar sendiri
|
Rp
|
12.644.435.155,00
|
Pajak Masukan
|
Rp
|
3.466.149.479,00
|
Dibayar dengan NPWP sendiri
|
Rp
|
10.024.872.179,00
|
Pajak yg dapat diperhitungkan
|
Rp
|
13.491.021.658,00
|
PPN yang kurang/ (Lebih) dibayar
|
Rp
|
(846.586.502,00)
|
Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
|
Rp
|
917.683.995,00
|
Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar
|
Rp
|
71.097.493,00
|
Sanksi Kenaikan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP
|
Rp
|
71.097.493,00
|
Jumlah PPN yang masih harus dibayar
|
Rp
|
142.194.986,00
|
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Selasa tanggal 21 Mei 2013 oleh Hakim Majelis VI Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :
Tri Hidayat Wahyudi,Ak.,M.B.A………..… sebagai Hakim Ketua,
Drs. Aman A Sinulingga, Ak………………. sebagai Hakim Anggota,
Wishnoe Saleh Thaib, Ak.,M.Sc…….……. sebagai Hakim Anggota,
Ir. Hendaryati, M.M.,…….…………….……. sebagai Panitera Pengganti,
Tri Hidayat Wahyudi,Ak.,M.B.A………..… sebagai Hakim Ketua,
Drs. Aman A Sinulingga, Ak………………. sebagai Hakim Anggota,
Wishnoe Saleh Thaib, Ak.,M.Sc…….……. sebagai Hakim Anggota,
Ir. Hendaryati, M.M.,…….…………….……. sebagai Panitera Pengganti,
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Jumat, tanggal 20 Desember 2013 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti serta tidak dihadiri oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.