Putusan Nomor : PUT-119216.99/2017/PP/M.IIIA Tahun 2018
Tinggalkan komentar17 Juli 2020 oleh elizapricillia
Jenis Pajak Tahun Pajak | : Gugatan Pajak : 2017 | |
Pokok Sengketa | : | bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa gugatan ini mengenai penerbitan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Surat Keterangan Batal Demi Hukum Nomor KET-6/PPBATAL/WPJ.17/2017 tanggal 20 November 2017 yang tidak disetujui Penggugat; |
Menurut Tergugat | : | bahwa Penggugat menyampaikan Surat Pernyataan Harta pada tanggal 29 September 2016; |
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PER-13/PJ/2016, Tergugat menerbitkan tanda
terima Surat Pernyataan nomor 90100001587, pada tanggal 29 September 2016;
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (2) PER-13/PJ/2016, pada tanggal 11 Oktober
2016, Tergugat menerbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak nomor
KET-5616/PP/WPJ.17/2016;
bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) PER-13/PJ/2016 yang
menyebutkan bahwa batas waktu penyampaian Surat Permintaan Kelengkapan
Dokumen dan/atau Penjelasan adalah paling lambat pada tanggal 31 Oktober 2016.
Tergugat telah menerbitkan Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen dan/atau
Penjelasan nomor S-16/PP/WPJ.17/KP.0101/2016 pada tanggal 20 Oktober 2016;
bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (3) PER-13/PJ/2016 yang menyebutkan bahwa
Permintaan kelengkapan dokumen dan/atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus dipenuhi seluruhnya oleh Penggugat paling lambat pada tanggal 31
Desember 2016. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2016 Penggugat tidak
memenuhi permintaan kelengkapan dokumen dimaksud;
bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (5) huruf b PER-13/PJ/2016 menyebutkan bahwa
dalam hal Penggugat tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan kelengkapan dan
kesesuaian Surat Pernyataan beserta lampirannya tidak terpenuhi, Surat Keterangan
batal demi hukum;
bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (6) PER-13/PJ/2016, Tergugat mengembalikan
Surat Pernyataan beserta lampirannya dan menyampaikan Surat Keterangan Batal
Demi Hukum tertanggal 20 November 2017 kepada Penggugat.
bahwa dengan demikian penerbitan Surat Keterangan Batal Demi Hukum tertanggal
20 November 2017, telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Menurut Penggugat : bahwa Penggugat membantah alasan yang dijadikan pertimbangan untuk
menerbitkan Surat Keterangan Batal Demi Hukum Nomor KET-6/PP-BATAL/
WPJ.17/2017 tertanggal 20 November 2017 yang menerangkan bahwa Surat
Keterangan Pengampunan Pajak Nomor KET-5616/PP/WPJ.17/2016 tanggal 11
Oktober 2016 dinyatakan tidak memenuhi persyaratan pengajuan Surat Pernyataan
Harta untuk Pengampunan Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Pengampunan Pajak, dengan pertimbangan sebagai berikut:
bahwa Dasar pertimbangan hukum Penggugat mengajukan gugatan adalah Pasal 4
ayat 2 PMK Nomor 118/PMK.03/2016, sebagaimana diubah terakhir dengan PMK
Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2016 tentang Pengampunan Pajak, yang menyatakan bahwa:
Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
informasi mengenai identitas Wajib Pajak, Harta, Utang, nilai Harta bersih , dan
penghitungan Uang Tebusan, dan dibuat dengan menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran huruf A Peraturan Menteri ini.
bahwa dalam Pasal 14 ayat (9) dalam Peraturan Menteri Keuangan yang sama juga
disebutkan bahwa:
Dalam hal Surat Pernyataan:
a) tidak disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
c;
b) tidak dilampiri surat kuasa dalam hal Surat Pernyataan tidak disampaikan
secara langsung oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
d; dan/atau
c) tidak lengkap dan sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Surat
Pernyataan dimaksud dianggap tidak disampaikan dan berkas Surat Pernyataan
beserta dokumen-dokumen pendukungnya dikembalikan serta tidak diberikan
tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
bahwa dalam Pasal 6 ayat (1) dan (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
PER-13/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan pada Minggu
Terakhir Periode Pertama Penyampaian Surat Pernyataan, dinyatakan bahwa :
Ayat (1): “Terhadap Surat Pernyataan yang telah diterbitkan Surat
Keterangansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak
harus meminta kelengkapan dokumen dan/atau penjelasan kepada Wajib Pajak
dalam rangka memastikan kelengkapan dan kesesuaian Surat Pernyataan beserta
lampirannya telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
141/PMK.03/2016.”
Ayat (3): “Permintaan kelengkapan dokumen dan/atau penjelasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi seluruhnya oleh Wajib Pajak paling lambat
pada tanggal 31 Desember 2016.
bahwa selanjutnya, dalam ayat (5) huruf b Per-DJP Nomor: PER-13/PJ/2016
disebutkan bahwa:
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan kelengkapan dan
kesesuaian Surat Pernyataan beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
141/PMK.03/2016 tidak terpenuhi, Surat Keterangan batal demi hukum;
bahwa dalam Pasal 6 ayat (6) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-13/PJ/2016 menyatakan Direktur Jenderal Pajak mengembalikan Surat
Pernyataan beserta lampirannya dan menyampaikan Surat Ketarangan Batal Demi
Hukum kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b;
bahwa dalam Pasal 6 ayat (7) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-13/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan pada Minggu
Terakhir Periode Pertama Penyampaian Surat Pernyataan, dinyatakan bahwa :
Wajib Pajak yang Surat Keterangannya batal demi hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf b, dapat menyampaikan Surat Pernyataan beserta lampirannya
pada periode penyampaian Surat Pernyataan berikutnya;
bahwa seharusnya tidak diperlukan syarat tambahan berupa pernyataan nominiee
untuk kepemilikan harta berupa kendaraan;
bahwa penggugat telah memenuhi semua syarat formal dan juga material
penyampaian surat pernyataan harta dengan tanda terima Nomor 90100001587;
bahwa penggugat telah menerima Surat Keterangan Pengampunan Pajak Nomor
KET- 5616/PP/WPJ.17/2016 tanggal 11 Oktober 2016;
bahwa setelah diterimanya Surat Keterangan Pengampunan Pajak sampai dengan
berakhirnya masa Pengampunan Pajak 31 Maret 2017, Penggugat tidak pernah
mendapat surat teguran/verifikasi ataupun di hubungi oleh Peneliti maupun pihak
kantor pajak mengenai Surat Pernyataan Harta maupun Surat Keterangan
Pengampunan Pajak yang sudah diterima oleh Penggugat;
bahwa seharusnya penggugat menerima surat permintaan kelengkapan dokumen
dan/atau penjelasan sebelum menerbitkan Surat Keterangan Batal Demi Hukum,
namun penggugat tidak pernah menerima surat tersebut;
bahwa merujuk pada PER-13/PJ/2016, Pasal 6 ayat (5) huruf b atas penerbitan
Surat Keterangan Batal Demi Hukum tidak terpenuhi;
bahwa merujuk ketentuan dalam pasal 6 ayat (6) dan ayat (7) Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor: PER-13/PJ/2016, meskipun ada dokumen yang tidak dipenuhi
oleh Penggugat setelah diminta oleh Tergugat, Surat Keterangan Batal Demi Hukum
seharusnya hanya dapat diterbitkan sebelum periode ketiga penyampaian Surat
Pernyataan Harta berakhir (31 Maret 2017), sehingga penggugat masih memiliki
kesempatan (opsi) mengajukan kembali surat pernyataan harta untuk Pengampunan
Pajak ataupun membatalkan niat untuk mengajukan surat pernyataan harta.
Kerahasiaan atas data Wajib Pajak masih dijamin Undang undang karena semua
surat pernyataan harta dan semua dokumennya telah dikembalikan kepada Wajib
Pajak;
bahwa dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa setelah berakhirnya periode
Pengampunan Pajak 31 Maret 2017, Kementerian Keuangan tidak berhak
menerbitkan surat Keterangan Batal Demi Hukum;
bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka demi keadilan dan guna
memberikan kepastian hukum dalam rangka Pengampunan Pajak, maka
dimohonkan kehadapan Majelis Hakim Terhormat agar berkenan mengabulkan
permohonan penggugat yaitu dengan membatalkan Surat Keterangan Batal Demi
Hukum yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dengan Nomor
KET-6/PP-BATAL/WPJ.17/2017 tanggal 20 November 2017;
bahwa dalam surat pengajuan gugatan ini Penggugat melampirkan salinan Surat
Keterangan Batal Demi Hukum Nomor KET-6/PP-BATAL/WPJ.17/ 2017 tanggal 20
November 2017 dan dokumen lain yang mendukung pernyataan Penggugat;
bahwa untuk kelancaran proses gugatan, Penggugat bersedia menghadiri
persidangan atau menunjuk kuasa hukum untuk menghadiri persidangan serta
menyampaikan data-data, dokumen lain serta keterangan yang diperlukan agar
Permohonan gugatan yang penggugat ajukan dapat diterima;
Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas gugatan, keterangan para
pihak dan dokumen yang disampaikan dalam persidangan, diketahui bahwa yang
menjadi objek gugatan terkait dengan penerbitan Surat Keterangan Batal Demi
Hukum Nomor KET-6/PP-BATAL/WPJ.17/2017 tanggal 20 November 2017, yang
tidak disetujui oleh Penggugat;
bahwa menurut Tergugat, Surat Keterangan Batal Demi Hukum Nomor
KET-6/PPBATAL/ WPJ.17/2017 tanggal 20 November 2017 diterbitkan karena
Penggugat tidak memenuhi Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen dan/atau
Penjelasan nomor S-16/PP/WPJ.17/ KP.0101/2016 pada tanggal 20 Oktober 2016
terhadap Surat penyataan harta yang telah disampaikan Penggugat;
bahwa menurut Penggugat, keikutsertaannya dalam program Pengampunan Pajak
tidak dapat dibatalkan baik oleh kehendak sendiri Wajib Pajak maupun oleh Tergugat
dengan sebab atau alasan apapun karena tidak terdapat dasar hukum baik berupa
pasal maupun penjelasan pasal dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak yang
dapat dijadikan dasar bagi Tergugat untuk membuat Keputusan Batal Demi Hukum
atas Surat Keterangan Pengampunan Pajak dari Penggugat;
bahwa menurut Penggugat, Penggugat telah memenuhi semua syarat formal dan
juga material penyampaian surat pernyataan harta dengan tanda terima Nomor:
X0X0000XXXX. Penggugat juga telah menerima Surat Keterangan Pengampunan
Pajak Nomor: KET- 5616IWPJ.17/2016 tanggal 11 Oktober 2016;
bahwa setelah diterimanya Surat Keterangan Pengampunan Pajak sampai dengan
berakhirnya masa Pengampunan Pajak tanggal 31 Maret 2017, Penggugat tidak
pernah mendapat surat teguran/verifikasi ataupun dihubungi oleh Peneliti maupun
pihak Tergugat mengenai Surat Pernyataan Harta maupun Surat Keterangan
Pengampunan Pajak yang sudah diterima oleh Penggugat;
bahwa seharusnya Penggugat menerima surat permintaan kelengkapan dokumen
dan/atau penjelasan sebelum menerbitkan Surat Keterangan Batal Demi Hukum,
namun Penggugat tidak pernah menerima surat tersebut sehingga merujuk pada
PER-13/PJ/2016, Pasal 6 ayat (5) huruf b atas penerbitan Surat Keterangan Batal
Demi Hukum tidak terpenuhi;
bahwa merujuk ketentuan dalam Pasal 6 ayat (6) dan ayat (7) PER-13/PJ/2016,
meskipun ada dokumen yang tidak dipenuhi oleh Penggugat setelah diminta oleh
Tergugat, Surat Keterangan Batal Demi Hukum seharusnya hanya dapat diterbitkan
sebelum periode ketiga penyampaian Surat Pernyataan Harta berakhir (31 Maret
2017), sehingga Penggugat masih memiliki kesempatan (opsi) mengajukan kembali
surat pernyataan harta untuk Pengampunan Pajak ataupun membatalkan niat untuk
mengajukan surat pernyataan harta. Kerahasiaan atas data Wajib Pajak masih
dijamin Undang-Undang karena semua surat pernyataan harta dan semua
dokumennya telah dikembalikan kepada Wajib Pajak;
bahwa dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa setelah berakhirnya periode
Pengampunan Pajak 31 Maret 2017, Tergugat tidak berhak menerbitkan surat
Keterangan Batal Demi Hukum;
bahwa berdasarkan data dokumen yang diserahan oleh kedua belah pihak diketahui
kronologis sengketa adalah sebagai berikut:
No | Tanggal | Uraian |
1 | 29/09/2016 | Petugas Penerima Surat Pernyataan Harta (SPH) menerima dan memeriksa persyaratan dan kelengkapan SPH Pertama dari Penggugat dan diketahui terdapat dokumen utang yang perlu dilengkapi. |
2 | 29/09/2016 | Petugas Peneliti Surat Pernyataan Harta (SPH) meneliti kebenaran dan kesesuaian SPH Pertama dan selanjutnya memberikan Tanda Terima SPH Pertama nomor 90100001587 kepada Penggugat. |
3 | 11/10/2016 | Surat Keterangan Pengampunan Pajak atas SPH Pertama nomor KET-5616/PP/WPJ.17/2016 diterbitkan |
4 | 20/10/2016 | Tergugat menerbitkan Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen dan/atau Penjelasan terkait dokumen utang yang masih harus dilengkapi atas SPH Pertama diterbitkan dengan nomor S-16/PP/WPJ.177/KO.0101/2016. |
5 | – | Tergugat langsung mengantarkan Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen kepada Penggugat. |
6 | 04/11/2016 | Surat Keterangan Pengampunan Pajak atas SPH Pertama dikirim ke Penggugat |
7 | 30/12/2016 | Penggugat mengajukan SPH Kedua dan diteliti oleh Petugas Peneliti. Petugas Peneliti memberikan Tanda Terima SPH Kedua nomor 90100004175 kepada Penggugat. |
8 | 11/01/2017 | Surat Keterangan Pengampunan Pajak atas SPH Kedua nomor KET-2150/PP/WPJ.17/2017 diterbitkan. |
9 | 20/11/2017 | Tergugat menerbitkan Surat Keterangan Batal Demi Hukum Nomor KET-6/PP-BATAL/WPJ.17/2017 atas Surat Keterangan Pengampunan Pajak atas SPH Pertama nomor KET- 5616/PP/WPJ.17/2016 |
10 | 21/12/2017 | Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dengan Surat Gugatan Nomor 01 tanggal 19 Desember 2017 terhadap Surat Keterangan Batal Demi Hukum Nomor KET-6/PPBATAL/WPJ.17/2017 |
bahwa berdasarkan kronologis di atas dan berdasarkan keterangan dalam
persidangan, diketahui bahwa sengketa gugatan ini terkait dengan belum
dipenuhinya Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen dan/atau Penjelasan terkait
dokumen utang yang masih harus dilengkapi atas SPH Pertama oleh Penggugat;
bahwa Undang-Undang No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (selanjutnya
disebut dengan UU No. 11 Tahun 2016), mengatur antara lain:
Pasal 8 Ayat (1):
Untuk memperoleh Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan Surat
Pernyataan kepada Menteri.
Pasal 9:
Ayat (1): Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat
paling sedikit informasi mengenai identitas Wajib Pajak, Harta, Utang, nilai Harta
bersih, dan penghitungan Uang Tebusan.
Ayat (2): Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri
dengan:
a. bukti pembayaran Uang Tebusan;
b. bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan
Pajak;
c. daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan;
d. daftar Utang serta dokumen pendukung;
e. bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang
seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan;
f. fotokopi SPT PPh Terakhir; dan
g. surat pernyataan mencabut permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) huruf f.
bahwa menurut Majelis ketentuan a quo mengatur bahwa untuk memperoleh
Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pernyataan yang
memuat paling sedikit informasi mengenai identitas Wajib Pajak, Harta, Utang, nilai
Harta bersih, dan penghitungan Uang Tebusan serta Surat pernyataan tersebut
dilampiri dengan:
a. bukti pembayaran Uang Tebusan;
b. bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan
Pajak;
c. daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan;
d. daftar Utang serta dokumen pendukung;
e. bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang
seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan;
f. fotokopi SPT PPh Terakhir; dan
g. surat pernyataan mencabut permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (3) huruf f;
bahwa terkait dengan sengketa gugatan, Majelis berpendapat bahwa daftar utang
yang disampaikan sebagai lampiran Surat Pernyataan harus benar dan sesuai
keadaan sebenarnya sehingga diperlukan dokumen pendukung yang memadai
sebagai lampiran Surat Pernyataan karena dokumen pendukung tersebut diperlukan
sebagai bukti kebenaran dari daftar utang yang menjadi lampiran Surat Pernyataan
tersebut;
Pasal 24:
Ketentuan lebih lanjut mengenai :
a. pelaksanaan Pengampunan Pajak;
b. penunjukan Bank Persepsi yang menerima pengalihan Harta;
c. prosedur dan tata cara investasi;
d. penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1); dan
e. penunjukan pejabat yang berwenang untuk melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Pasal 10 ayat (5), Pasal 10
ayat (6), Pasal 11 ayat (4), Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 13 ayat (2), diatur
dengan Peraturan Menteri;
bahwa menurut Majelis ketentuan a quo mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan Pengampunan Pajak diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan;
bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 141/PMK.03/2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan
Pajak (selanjutnya disebut dengan PMK-141/PMK.03/2016) mengatur antara lain:
Pasal 14A:
Ayat (1): Dalam hal terjadi keadaan yang mengakibatkan tidak dapat
dilaksanakannya prosedur penerimaan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (6) dan ayat (8), berupa:
1. kebakaran;
2. bencana alam;
3. kerusuhan;
4. gangguan pada janngan termasuk gangguan pada server atau pemadaman
listrik; dan/atau
5. keadaan luar biasa yang terjadi pada akhir periode penyampaian Surat
Pernyataan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal
Pajak melaksanakan prosedur tertentu penerimaan Surat Pernyataan.
Ayat (2): Prosedur tertentu penerimaan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
1. prosedur penerimaan untuk keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf c yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
2. prosedur penerimaan untuk keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dan huruf e yang dilaksanakan dengan penerbitan tanda terima
sementara Surat Pernyataan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Ayat (3): Wajib Pajak yang menerima tanda terima sementara Surat Pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berhak atas tarif Uang Tebusan yang
berlaku pada saat tanggal tanda terima sementara Surat Pernyataan dimaksud
diterbitkan.
bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2016 tentang Tata Cara
Penerimaan Surat Pernyataan Pada Minggu Terakhir Periode Pertama Penyampaian
Surat Pernyataan (selanjutnya disebut dengan PER-13/PJ/2016), mengatur antara
lain:
Pasal 6 ayat (5) huruf b:
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan kelengkapan dan
kesesuaian Surat Pernyataan beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
141/PMK.03/2016 tidak terpenuhi, Surat Keterangan batal demi hukum;
bahwa menurut Majelis ketentuan-ketentuan a quo mengatur bahwa dalam hal
terjadi keadaan yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya prosedur
penerimaan Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) dan
ayat (8) PMK-141/PMK.03/2016 yang antara lain berupa keadaan luar biasa yang
terjadi pada akhir periode penyampaian Surat Pernyataan yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak melaksanakan prosedur tertentu
penerimaan Surat Pernyataan dimana dimungkinkan Wajib Pajak dapat
menyampaikan Surat Pernyataan walaupun belum dilengkapi dengan bukti
pendukung yang memadai, sehingga Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk
meminta kelengkapan Surat Pernyataan kepada Wajib Pajak yang dimaksudkan
untuk memastikan kebenaran dari isi Surat Pernyataan, dan apabila tidak dipenuhi
maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keterangan batal demi
hukum karena kebenaran dari isi Surat Pernyataan tidak dapat dibuktikan;
bahwa selanjutnya menurut Majelis, Surat Keterangan batal demi hukum dapat
diterbitkan karena isi dari Surat Pernyataan tidak dapat diyakini kebernarannya dan
bukan disebabkan tidak adanya bukti pendukung;
bahwa selanjutnya di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan diatur antara lain:
Pasal 9:
(1) Setiap Keputusan dan/atau Tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan AUPB.
(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan; dan
b. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan
Keputusan dan/atau Tindakan wajib mencantumkan atau menunjukkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan
dan dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau
Tindakan.
(4) Ketiadaan atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak menghalangi Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan dan/atau melakukan
Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan
sesuai dengan AUPB.
Pasal 10:
(1) AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas:
a. kepastian hukum;
b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
e. tidak menyalahgunakan kewenangan;
f. keterbukaan;
g. kepentingan umum; dan
h. | pelayanan yang baik. | ||||
Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf a: | |||||
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum | |||||
yang | mengutamakan | landasan | ketentuan | peraturan | perundang-undangan, |
kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan.
Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf h:
Yang dimaksud dengan “asas pelayanan yang baik” adalah asas yang memberikan
pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar
pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
bahwa menurut Majelis, ketentuan a quo mengatur bahwa ketiadaan atau
ketidakjelasan peraturan perundang-undangan, tidak menghalangi Tergugat untuk
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang
memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB, dan dua dari azas Umum
Pemerintahan Yang Baik (AUPB) adalah azas kepastian hukum dan azas pelayanan
yang baik, dimana azas kepastian hukum mengutamakan landasan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan azas pelayanan yang baik
mengutamakan pemberian pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang
jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2016 tentang Tata
Cara Penerimaan Surat Pernyataan Pada Minggu Terakhir Periode Pertama
Penyampaian Surat Pernyataan tidak diatur kapan batas waktu penerbitan Surat
Keterangan batal demi hukum, namun demikian menurut Majelis penerbitan Surat
Keterangan batal demi hukum harus sesuai dengan azas-azas umum pemerintahan
yang baik yaitu dilakukan dengan tepat waktu (tidak terlalu lama) dan dapat
memberikan kepastian hukum;
bahwa berdasarkan UU No. 11 Tahun 2016 diketahui bahwa batas akhir periode
Pengampunan Pajak adalah tanggal 31 Maret 2017;
bahwa berdasarkan Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen dan/atau Penjelasan
nomor S-16/PP/WPJ.177/KO.0101/2016 tanggal 20 Oktober 2016, diketahui bahwa
Penggugat diberikan batas waktu untuk melengkapi dokumen sampai dengan
tanggal 31 Desember 2016;
bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan diketahui bahwa Surat Keterangan
Batal Demi Hukum Nomor KET-6/PP-BATAL/WPJ.17/2017 diterbitkan Tergugat pada
tanggal 20 Oktober 2017, yang berarti lebih dari 9 (sembilan) bulan sejak batas
akhir untuk melengkapi dokumen sebagaimana diminta Tergugat dalam suratnya
nomor S-16/PP/WPJ.177/KO.0101/2016 dan telah melampaui batas waktu akhir
periode Pengampunan Pajak, maka menurut Majelis tindakan Tergugat ini sangat
merugikan Penggugat karena apabila Surat Keterangan batal demi hukum
diterbitkan di bulan Januari 2017, Penggugat masih dapat mengikuti program
Pengampunan Pajak periode ketiga;
bahwa selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan, menurut Majelis lamanya jangka waktu penerbitan Surat
Keterangan Batal Demi Hukum Nomor KET-6/PP-BATAL/WPJ.17/2017 oleh Tergugat
menunjukkan bentuk pelayanan yang tidak memenuhi azas umum pemerintahan
yang baik karena tidak memenuhi azas pelayanan yang baik dan tidak memberikan
kepastian hukum;
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak Pasal 76 mengatur
bahwa:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian
pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat
bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).
bahwa menurut Majelis ketentuan a quo mengatur bahwa Hakim menentukan apa
yang harus dibuktikan dalam persidangan dan menggunakan bukti-bukti tersebut
untuk mengampil keputusan;
bahwa berdasarkan fakta dalam persidangan diketahui bahwa Penggugat dapat
memberikan bukti terkait dengan dokumen pernyataan utang yang menjadi
sengketa gugatan yang berupa Surat Pernyataan Pengakuan Piutang dari PT BCL
senilai Rp6.000.000.000,00, dengan demikian menurut Majelis, berdasarkan bukti
tersebut kebenaran dari isi daftar utang yang menjadi lampiran Surat Pernyataan
Harta dapat diyakini kebenarannya;
bahwa dengan demikian Surat Pernyataan Harta yang disampaikan Penggugat pada
tanggal 29 September 2016 dengan Tanda Terima SPH nomor X0X0000XXXX, telah
memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 11
Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, sehingga Surat Keterangan Pengampunan
Pajak nomor KET-5616/PP/WPJ.17/2016 tanggal 11 Oktober 2016 atas nama
Penggugat (Pemohon Banding) tidak seharusnya dibatalkan demi hukum;
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Majelis berpendapat untuk
membatalkan Surat Keterangan Batal Demi Hukum Nomor
KET-6/PP/BATAL/WPJ.17/2017 tanggal 20 November 2017;
bahwa menurut Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”;
bahwa menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak:
Pasal 69 ayat (1e): “bahwa alat bukti dapat berupa pengetahuan hakim”, yang di
Pasal 75 disebutkan “adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya”;
Pasal 78: “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian,
dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan,
serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
Penjelasan Pasal 78 : “Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;
bahwa berdasarkan bukti-bukti, dan penjelasan para pihak dalam persidangan serta
ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas, Majelis meyakini bahwa dalil
yang dikemukakan Penggugat sudah benar, oleh karena itu Majelis berpendapat
menerima seluruh gugatan Penggugat.
Menimbang : bahwa berdasarkan hasil penilaian pembuktian, Majelis berkesimpulan untuk
mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat;
Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan
perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang
berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan : Mengabulkan Seluruhnya Gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia tentang Surat Keterangan Batal Demi Hukum Nomor
KET-6/PPBATAL/WPJ.17/2017 tanggal 20 November 2017 atas Surat Keterangan
Pengampunan Pajak Nomor KET-5616/PP/WPJ.17/2016 tanggal 11 Oktober 2016,
atas nama Pemohon Banding;
Demikian diputus di Surabaya berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam
persidangan dicukupkan pada hari Rabu, tanggal 30 Mei 2018 Hakim Majelis IIIA
Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai berikut:
Dr. AA, S.H., M.H., M.Si, sebagai Hakim Ketua,
M.Z. BB, S.H., M.Kn. sebagai Hakim Anggota,
CC, Ak., M.P.P. sebagai Hakim Anggota, dengan dibantu oleh
Drs. DD, M.Si., sebagai Panitera Pengganti
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis IIIA
Pengadilan Pajak pada hari Kamis tanggal 26 Juli 2018 dengan dihadiri oleh para
Hakim anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Penggugat dan dihadiri
oleh Tergugat;
http://www.pengadilanpajak.com
Kategori: Gugatan | Tag: barang kena pajak, denda pajak, disita pajak, info peraturan pajak, jenis pajak, kantor pajak, kantor pelayanan pajak, kebijakan pajak, keputusan dirjen pajak, lapor pajak, Pajak Keluar, Pajak Masuk, pajak pengeluaran, pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, pajak PPN, pajak pribadi, pemeriksaan pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak, penerimaan pajak Jenderal Pajak, Pengadilan Pajak, perarturan presiden, peraturan daerah, Peraturan Direktur gan, Peraturan Menteri Keuan, peraturan pajak, Peraturan Pemerintah, restitusi pajak, sandera pajak, sanksi pajak, SPT pajak, surat dirjen pajak, surat edaran dirjen pajak, surat pemberitahuan pajak tahunan, undang-undang