Keputusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-46759/PP/M.I/16/2013

Tinggalkan komentar

28 Februari 2018 oleh anggi pratiwi

Keputusan Pengadilan Pajak

RISALAH
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-46759/PP/M.I/16/2013
JENIS PAJAK
Pajak Pertambahan Nilai
TAHUN PAJAK
2008
POKOK SENGKETA 
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahaan PPN yang dipungut sendiri sebesar Rp. 2.427.903.717;
Tabel nilai sengketa atas Objek Pajak sampai dengan Surat Banding (dalam Rp)
No
Jenis Sengketa
Nilai Sengketa
1.
Koreksi Positif atas Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri sebesar Rp. 5.853.522.753,00 terdiri dari:
– Koreksi Penalty Income
– Koreksi penyerahan jasa teknik di luar negeri
2.427.903.717,00
3.425.619.036,00
2.
Koreksi Negatif atas Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
(3.425.619.036,00)
Nilai Sengketa terbukti sampai dengan Surat Banding
2.427.903.717,00
Koreksi Positif atas Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri sebesar Rp. 5.853.522.753,00
Koreksi Positif atas Penalty Income sebesar Rp. 2.427.903.717,00
Menurut Terbanding
:
bahwa perhitungan Penalty Income yang berdasarkan pada keterlambatan pembayaran dari PT. XXX adalah tidak benar karena sampai dengan saat ini seluruh invoice atau tagihan atas pekerjaan rehabilitasi tersebut belum ada pembayaran dari PT. XXX kepada Pemohon Banding dan perhitungan penalty income berdasarkan nomor invoice dan nomor faktur pajak yang sama. Hal ini tidak konsisten dengan Subcontract Agreement tanggal 16 Januari 2006 klausul 8 : Termin Pembayaran yang persentase jumlahnya berbeda-beda dan klausul 8 (clause 8 : Terms Of Payment) Amendment No.2 Subcontract Agreement tanggal 16 April 2007;
Menurut Pemohon
:
bahwa Pendapatan lain-lain berupa penalty income adalah merupakan pendapatan atas denda yang dikenakan kepada pihak penerima jasa (klien) karena keterlambatan dalam pembayaran tagihan jasa;
Menurut Majelis
:
bahwa pada proses pemeriksaan Terbanding melakukan koreksi DPP Pajak Pertambahan Nilai atas Penalty Income sebesar Rp. 2.427.903.717 karena merupakan obyek PPN yang belum dibayar PPN- nya.
bahwa dalam proses keberatan, Terbanding berpendapat koreksi sebesar Rp. 2.427.903.717,- tidak cukup bukti untuk dikategorikan sebagai Penalty Income melainkan merupakan kekurangan bayar dari total nilai kontrak sehingga sesuai Pasal 1 angka 17, 18 dan 19 UU PPN terutang Pajak Pertambahan Nilai.
bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan dasar koreksi Terbanding dan berpendapat Penalty Income bukan merupakan Obyek PPN karena tidak terdapat penyerahan Jasa Kena Pajak ketika menerima pembayaran denda tersebut.
bahwa Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) menyebutkan,
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha”.
bahwa Pasal 1 angka 5 UU PPN menyebutkan,
“Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
bahwa berdasarkan Perjanjian Sub Kontrak antara Pemohon Banding dan PT. ABC diketahui Pemohon Banding melakukan pekerjaan jasa berupa pekerjaan Rehabilitasi Fasilitas Pengelolaan Air Gajah Mungkur.
bahwa Penalty Income merupakan denda yang diterima oleh Pemohon Banding sebagai akibat keterlambatan pembayaran dari rekanan (PT. ABC) yaitu sebesar 2% per bulan dari jumlah tagihan. Klausul ini tercantum dalam Amandemen 2 Perjanjian Sub Kontrak Klausul 8 dalam term of Payment.
bahwa Majelis berpendapat, Penalty Income tersebut bukan merupakan obyek PPN karena tidak terdapat Penyerahan Jasa Kena Pajak ketika menerima penghasilan tersebut. Penyerahan jasa yang terutang PPN sudah terjadi ketika Pemohon Banding melakukan pekerjaan memberikan jasa kepada rekanan atau ketika menerima pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut.
bahwa kemudian Terbanding dalam proses keberatan yang berpendapat pembayaran yang diterima tersebut tidak cukup bukti dikategorikan sebagai Penalty Income dan Terbanding berpendapat hal itu merupakan kekurangan pembayaran dari nilai kontrak. Argumen Terbanding ini dibangun dari penelitian terhadap invoice dan kontrak. Berdasarkan Invoice Nomor 06/TGM/AH/F/065 tanggal 20 Desember 2006 diketahui bahwa persentase penyelesaian pekerjaan rehabilitasi tersebut hanya 78,27% senilai Rp. 16.226.120.362,00 dari total nilai kontrak Rp. 20.731.636.364,00, sedangkan berdasarkan klausul 7 (clause 7 : Price) Subcontract Agreement tersebut disebutkan bahwa nilai kontrak proyek atau pekerjaan adalah sebesar Rp. 22.804.800.000,00 dan berdasarkan lampiran Schedule of Works Stage I 2005-2006 (Revised) diketahui bahwa proyek atau pekerjaan harus selesai pada tahun ke-2 yaitu tahun 2006, sehingga masih terdapat kekurangan bayar sebesar Rp. 4.505.516.002,00 (jika total nilai kontrak Rp. 20.731.636.364,00 cfm Invoice) atau Rp. 6.578.679.638,00. (jika total nilai kontrak Rp. 22.804.800.000,00 cfm Subcontract Agreement).
bahwa Majelis berpendapat, sebenarnya Terbanding dalam hal ini tidak konsisten dengan dasar koreksinya, di mana dalam proses pemeriksaan koreksi DPP PPN disebabkan adanya penerimaan Penalty Income (sesuai Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor: LAP-122/WPJ.07/ KP.0600/2010 tanggal 28 April 2010) sedangkan dalam proses keberatan Terbanding berpendapat koreksi DPP PPN tersebut karena terdapat kekurangan pembayaran dari nilai kontrak.
bahwa menurut Terbanding jumlah koreksi sebesar Rp. 2.427.903.717,00 merupakan kekurangan pembayaran dari jumlah Rp. 4.505.516.002,00 atau Rp. 6.578.679.638,00. Majelis berpendapat argumen yang dibangun Terbanding ini kabur dan tidak jelas karena tidak dapat menjelaskan dan membuktikan apakah jumlah koreksi sebesar Rp. 2.427.903.717 tersebut benar merupakan bagian dari nilai kontrak atau memang merupakan nilai denda karena terlambat membayar (di luar nilai kontrak). Seharusnya Terbanding dapat membuktikannya dengan meneliti kembali pembukuan Pemohon Banding terutama akun Piutang, sehingga dapat diketahui berapa saldo Piutang pada akhir tahun. Sedangkan pembuktian menyangkut apakah jumlah sebesar Rp. 2.427.903.717 tersebut merupakan denda atau bukan, dapat diteliti dengan menghitung kembali besarnya persentase denda sesuai kontrak yaitu 2% per bulan dari nilai tagihan.
bahwa Majelis berpendapat argumen Terbanding yang berpendapat koreksi sebesar Rp. 2.427.903.717,00 merupakan kekurangan pembayaran yang merupakan Obyek PPN, hanya bersifat asumsi belaka dan tidak jelas dasar perhitungannya.
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis berkesimpulan koreksi DPP PPN atas Penalty Income sebesar Rp. 2.427.903.717 tidak dapat dipertahankan.
Koreksi positif penyerahan jasa teknik di luar negeri sebesarRp. 3.425.619.036,00
Menurut Terbanding
:
bahwa karena Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan Dan Jenis Jasa Kena Pajak Yang Atas Ekspornya Dikenai PPN mulai berlaku tanggal 1 April 2010 maka terhadap ekspor Jasa Kena Pajak baik sebagian atau seluruhnya yang dilakukan sebelum tanggal 1 April 2010, dan Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut yang dicatat atau diakui sebagai penghasilan pada atau sebelum tanggal 1 April 2010, dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989.
Menurut Pemohon
:
bahwa atas koreksi objek terhadap Dasar Pengenaan Pajak berupa penyerahan jasa luar negeri sebesar Rp. 3.425.619.036,- tidak pernah diungkap dalam SPHP Nomor: PHP 080/WPJ.07/KP.0600/2010 tertanggal 8 April 2010 sehingga menurut Pemohon Banding terhadap hal tersebut tidak menjadi sengketa (tidak seharusnya dikoreksi oleh pemeriksa).
Menurut Majelis
:
bahwa Terbanding melakukan koreksi ini karena :
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan Dan Jenis Jasa Kena Pajak Yang Atas Ekspornya Dikenai PPN mulai berlaku tanggal 1 April 2010 maka terhadap ekspor Jasa Kena Pajak baik sebagian atau seluruhnya yang dilakukan sebelum tanggal 1 April 2010, dan Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut yang dicatat atau diakui sebagai penghasilan pada atau sebelum tanggal 1 April 2010, dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989.
  • Berdasarkan perjanjian konsorsium antara Kantor Pusat SDN.BHD dan PT Degremont yang ditanda tangan kedua belah pihak pada tanggal 10 Desember 2007 disebutkan bahwa spesialisasi dari Pemohon Banding adalah dalam merancang atau mendesain sistem pengolahan air atau limbah dan instalasi elektrikal dan mekanis dan berdasarkan dokumen Schedule of Prices and Payments – Amendment 1 ruang lingkup pekerjaan Pemohon Banding tidak melakukan pekerjaan fisik atau konstruksi sehingga pelaksanaan pekerjaan tersebut dapat dilakukan di Indonesia sehingga merupakan penyerahan di dalam daerah pabean,
  • Pemohon Banding tidak dapat memberikan bukti bahwa Pemohon Banding telah mengirimkan tenaga ahli/tenaga kerja ke Malaysia dan/atau bukti pelaksanaan pekerjaan Pemohon Banding lainnya yang secara fisik dilakukan di luar daerah pabean dan Pemohon Banding tidak dapat memberikan bukti pembayaran dari Toyo Engineering atau pekerjaan atau jasa yang telah diselesaikan sehingga sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) huruf d Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 penyerahan jasa tersebut termasuk dalam pengertian penyerahan JKP di dalam daerah pabean,
bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi tersebut karena :
  • pendapatan sebesar Rp. 3.425.619.036,- merupakan pendapatan atas penyerahan jasa tehnik diluar Negeri atas tagihan ke Toyo Engineering & Construction SDN.BHD (Malaysia) sesuai perjanjian kontrak antara Toyo Engineering & Construction SDN BHD dengan Kantor Pusat SDN BHD & Pemohon (The New Aeration Basin Project, Sub-Contract Agreement Between Toyo Engineering & Construction SDN BHD And Consortium Of Kantor Pusat SDN BHD & Pemohon),
  • bahwa adapun pelaksanaan pekerjaan jasa konstruksi dilakukan di luar negeri (Malaysia) dengan mengirim tenaga teknis ke Malaysia, dan penyerahannya dilakukan pula di luar negeri serta TIDAK pula dikonsumsi/dimanfaatkan di Indonesia,
  • bahwa atas koreksi objek terhadap Dasar Pengenaan Pajak berupa penyerahan jasa luar negeri sebesar Rp. 3.425.619.036,- tidak pernah diungkap dalam SPHP Nomor: PHP 080/WPJ.07/KP.0600/2010 tertanggal 8 April 2010 sehingga menurut Pemohon Banding terhadap hal tersebut tidak menjadi sengketa (tidak seharusnya dikoreksi oleh pemeriksa),
  • bahwa dasar hukum yang digunakan oleh pemeriksa sudah tidak relevan lagi mengingat atas Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 302/KMK.04/ 1989 tertanggal 1 April 1989 sudah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi terhitung sejak tanggal 1 Januari 1995.
bahwa terhadap dalil Pemohon Banding yang menyebutkan koreksi ini tidak tercantum di dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sehingga seharusnya tidak menjadi obyek sengketa, menurut penelitian Majelis terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak dan Risalah Pembahasan yang ditanda tangani oleh Kuasa Pemohon Banding (Lorraine Lesiasel), terbukti Terbanding telah mencantumkan koreksi tersebut dan diketahui oleh Pemohon Banding. Dalam persidangan tanggal 28 Mei 2012 Majelis berpendapat formal prosedur dalam pemeriksaan telah dipenuhi, sehingga dengan demikian dalil Pemohon Banding menyangkut formalitas pemeriksaan ini tidak dapat didukung oleh Majelis.
bahwa Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) menyebutkan,
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha”.
bahwa Memori Penjelasan Pasal 4 huruf c U PPN menyebutkan antara lain,
“Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut yaitu jasa yang diserahkan merupakan Jasa kena Pajak, penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean dan penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya”.
Bahwa menurut Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor Lap- 122/WPJ.07/KP.0600/2010 tanggal 28 April 2010 menyebutkan alasan koreksi obyek PPN atas penyerahan jasa ke luar negeri adalah Pasal 2 ayat 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 tanggal 1 April 1989.
bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 tanggal 1 April 1989 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak Selain Jasa yang Dilakukan oleh Pemborong, Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri dan Jasa Telekomunikasi menyebutkan antara lain :
Pasal 2 ayat (1) :
Pajak pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya di daerah Pabean Republik Indonesia.
Pasal 2 ayat (3) :
Tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa kena Pajak di dalam daerah pabean Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah penyerahan :
  1. jasa yang melekat pada atau untuk barang yang tidak bergerak yang terletak di luar daerah pabean Republik Indonesia.
  2. jasa yang melekat pada atau untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di dalam daerah pabean Republik Indonesia,
  3. jasa penggunaan barang tidak berwujud (intangible) berupa hak-hak, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dimanfaatkan di dalam daerah pabean Republik Indonesia,
  4. jasa selain jasa-jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c yang secara fisik dilakukan di dalam daerah pabean Republik Indonesia yang dilakukan oleh Pengusaha yang menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 merupakan Wajib Pajak luar negeri.
bahwa isi pasal tersebut di atas sejalan dengan ketentuan Pasal 4 huruf c UU PPN yang menegaskan PPN dikenakan atas penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean. Secara a contrario, penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di luar Daerah Pabean (ekspor Jasa) tidak termasuk Obyek PPN.
bahwa selain itu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989 tanggal 1 April 1989 yang digunakan Terbanding tersebut di atas sudah dinyatakan tidak berlaku lagi sejak 1 Januari 1995 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
bahwa menyangkut dalil Terbanding yang menyatakan tidak adanya bukti pendukung bahwa penyerahan Jasa tersebut dilakukan di luar daerah pabean, Majelis berpendapat dalil ini bukan merupakan koreksi awal ketika proses pemeriksaan. Selain itu Terbanding sendiri tidak dapat membuktikan bahwa koreksi DPP PPN ini merupakan penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah Pabean.
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat koreksi DPP PPN atas Penyerahan Jasa teknik di luar negeri sebesar Rp. 3.425.619.036,00 tidak dapat dipertahankan.
Koreksi Negatif atas Penyerahan yang PPNnya tidak dipungut sebesar(Rp. 3.425.619.036,00)
Menurut Terbanding
:
bahwa karena Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan Dan Jenis Jasa Kena Pajak Yang Atas Ekspornya Dikenai PPN mulai berlaku tanggal 1 April 2010 maka terhadap ekspor Jasa Kena Pajak baik sebagian atau seluruhnya yang dilakukan sebelum tanggal 1 April 2010, dan Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut yang dicatat atau diakui sebagai penghasilan pada atau sebelum tanggal 1 April 2010, dikenai Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.04/1989.
Menurut Pemohon
:
bahwa pendapatan sebesar Rp. 3.425.619.036,- merupakan pendapatan atas penyerahan jasa tehnik diluar Negeri atas tagihan ke Toyo Engineering & Construction SDN.BHD (Malaysia) sesuai perjanjian kontrak antara Toyo Engineering & Construction SDN BHD dengan Kantor Pusat SDN BHD & Pemohon (The New Aeration Basin Project, Sub-Contract Agreement Between Toyo Engineering & Construction SDN BHD And Consortium Of Kantor Pusat SDN BHD & Pemohon).
Menurut Majelis
:
bahwa koreksi ini berkaitan atau merupakan reklas dari koreksi positif penyerahan jasa teknik di luar negeri sebesar Rp. 3.425.619.036,00 tersebut di atas, yang menurut pendapat Majelis koreksi tersebut tidak dapat dipertahankan.
bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan koreksi negatif atas Penyerahan yang PPNnya tidak dipungut sebesar (Rp. 3.425.619.036,00) juga tidak dapat dipertahankan.
MENIMBANG
Surat Banding, Surat Uraian Banding dan hasil pemeriksaan serta pembuktian dalam persidangan.
MENGINGAT
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
MEMUTUSKAN
Menyatakan Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-1056/WPJ.07/2011 tanggal 3 Mei 2011 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor: 00068/207/08/058/10 tanggal 29 April 2010 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, dengan perhitungan sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak :
Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN :
– Ekspor
Rp
0,00
– Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Rp
11.644.106.718,00
– Penyerahan yg PPNnya dipungut oleh pemungut PPN
Rp
0,00
– Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
Rp
3.425.619.036,00
– Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
Rp
5.403.910.885,00
Jumlah
Rp
20.473.636.939,00
Penghitungan PPN Kurang Bayar :
a. Pajak Keluaran yang harus dipungut / dibayar sendiri
Rp
1.164.410.672,00
b. Dikurangi:
– PPN yg disetor di muka dalam Masa Pajak yg sama
– Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan
Rp
Rp
0,00
934.759.062,00
Jumlah perhitungan PPN Kurang Bayar Rp. 229.651.610,00Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke masa pajak berikutnya Rp 310.930.056,00
PPN yang kurang dibayar
Rp
540.581.666,00
Sanksi Administrasi Bunga Pasal 13 (2) KUP
Rp
73.488.515,00
Sanksi Administrasi Kenaikan Pasal 13 (3) KUP Rp. 310.930.056,00 Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp. 925.000.237,00
Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Hubungi Kami :

Jika ada pertanyaan tentang pajak , silahkan :

Email ke :

info@indonesiantax.com

Whatsapp : 0852 8009 6200

%d blogger menyukai ini: