Keputusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-48193/PP/M.XIII/16/2013

Tinggalkan komentar

20 Februari 2018 oleh anggi pratiwi

Keputusan Pengadilan Pajak

RISALAH
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-48192/PP/M.VII/19/2013
JENIS PAJAK
Bea Masuk
TAHUN PAJAK
2012
POKOK SENGKETA
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk atas PIB Nomor: 000514, tanggal 05 Juni 2012 yaitu atas importasi 10.000 MT Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia, negara asal Australia yang diberitahukan pada pos tarif 2814.10.0000 dengan pembebanan bea masuk 5% (MFN) dan telah dibayar sebesar Rp.2.631.617.000,00 yang kemudian menurut Pemohon Banding berdasarkan skema AANZ-FTA dengan menggunakan Form AANZ-FTA dengan kondisi “Issued Retroactively” pembebanan bea masuk tersebut menjadi 0% sehingga atas bea masuk sebesar Rp.2.631.617.000,00 tersebut dimohonkan untuk dikembalikan namun oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik ditolak;
Menurut Terbanding
:
bahwa atas importasi barang berupa Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tidak dapat diberikan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dan dikenakan pembebanan bea masuk berlaku umum (MFN) sebesar 5%”;
Menurut Pemohon
:
bahwa Pemohon Banding telah melakukan impor dengan SSPCP tanggal 01 Juni 2012 dan dokumen PIB tanggal 05 Juni 2012 (terlampir), sedangkan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” baru dapat diterbitkan pada tanggal 03 Agustus 2012, artinya dokumen yang dipersyaratkan dapat Pemohon Banding penuhi dalam waktu +/- 2 bulan sejak tanggal PIB bayar dilakukan (tidak sampai melewati batas maksimal penerbitan vakni 12 bulan);
Menurut Majelis
:
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding Pemohon Banding, diperoleh petunjuk bahwa Pemohon Banding telah mengajukan permohonan pengembalian bea masuk yang dilampiri dokumen asli Form AANZFTA dengan nomor P23977 tanggal 3 Agustus 2012 atas bea masuk yang telah dibayar berdasarkan PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012.
bahwa Pemohon Banding telah melakukan importasi 10.000 MT Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia, negara asal Australia dan diberitahukan dengan PIB AJU 070000-001287-20120530-000621 / Nomor Pendaftaran 000514 tanggal 05 Juni 2012 pada pos tarif 2814.10.00.00 dengan pembebanan bea masuk 5% (MFN) serta telah melunasi bea masuk sebesar Rp. 2.631.617.000,00.
bahwa dengan surat Nomor 24/CJI-AT/FX/12 tanggal 19 September 2012 Pemohon Banding mengajukan permohonan pengembalian bea masuk berdasarkan adanya Form AANZ Nomor P23977 tanggal 3 Agustus 2012 dengan kondisi “Issued Retroactively” karena menurut skema AANZ-FTA pembebanan bea masuk atas pos tarif 2814.10.00.00 adalah 0% namun oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik ditolak dengan surat Nomor S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012.
bahwa kemudian atas penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan kepada Terbanding dengan Surat Keberatan Nomor : 031/CJI-AT/X/12 tanggal 05 Oktober 2012 yang diterima Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik secara lengkap pada tanggal 08 Oktober 2012, berdasarkan ketentuan Pasal 93A ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006;
bahwa selanjutnya, Terbanding dengan Keputusan Nomor : KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 menolak keberatan tersebut dan memperkuat penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik;
bahwa atas Surat Keputusan Terbanding tersebut, Pemohon Banding mengajukan banding dengan Surat Banding Nomor : 05/CJI-AT/013, tanggal 25 Januari 2013 kepada Pengadilan Pajak;
bahwa pembahasan Majelis mengenai Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk yang disengketakan, diuraikan sebagai berikut :
bahwa untuk memeriksa kebenaran klasifikasi dan tarif bea masuk atas importasi yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tersebut, Majelis menggunakan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI 2012) yang diterbitkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
bahwa untuk memeriksa apakah Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut dapat atau tidak dikabulkan, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi dan ketentuan yang mengatur tentang pengembalian bea masuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2006 dan peraturan pelaksanannya.
Menurut Terbanding
bahwa KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012, antara lain menyatakan :
“a) bahwa berdasarkan penelitian terhadap dokumen PIB sebagai berikut:
  • PIB diberitahukan : A. Jenis PIB biasa; B. Jenis Impor untuk dipakai; C. Cara Pembayaran Biasa/Tunai;
  • Kolom 15 dokumen PIB dicantumkan Invoice nomor 3152012-002 tanggal 31-05-2012;
  • kolom 19 dokumen PIB tidak dicantumkan Kode fasilitas tarif preferensi (angka 58);
  • kolom 19 tersebut diisikan nomor dokumen Certificate of Origin (CoO)
  • nomor E12310H1525270524, merupakan CoO milik PT. Alim Shipping;
  • Form AANZFTA tidak dilampirkan pada dokumen PIB;
  • Pada pemberitahuan PIB tersebut Bea Masuk tidak mendapat fasilitas preferensi tarif dan dikenakan tarif MFN 5% senilai Rp. 2.631.617.000,00;
a) bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengesahan Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru), Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEANAustralia-Selandia Baru (Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area);b) bahwa untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.0/112011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);c) bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011, pengenaan bea masuk dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dad tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya Mberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  2. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), pada pemberitahuan impor barang;
  3. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN-Australia- New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan;
d) bahwa sesuai Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011 di atas, penelitian terhadap PIB nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 kedapatan :
  1. tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang;
  2. tidak mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
  3. tidak menyampaikan lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang;
e) bahwa berdasarkan pasal 9 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-55/BC/2011 tanggal 20 Desember 2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan AseanAustralia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) menyebutkan “Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB :
  1. Kode fasilitas tarif preferensi untuk persetujuan AANZFTA yaitu angka 58;
  2. Nomor dan tanggal SKA” dan pada ayat 2 menyebutkan “Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy”;
f) bahwa atas importasi barang berupa Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tidak dapat diberikan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dan dikenakan pembebanan bea masuk berlaku umum (MFN) sebesar 5%”;
bahwa Surat Uraian Banding Nomor SR-493/BC.8/2013 tanggal 26 Juli 2013, antara lain menyatakan :
“bahwa Pemohon baru melampirkan Form AANZFTA nomor P23977 tanggal 03 Agustus 2012 pada saat mengajukan permohonan pengembalian bea masuk melalui surat nomor 24/CJI- AT/IX/12 tanggal 19 September 2012.berdasarkan Rule 13 OCP AANZFTA, The following time limits for the presentation of the Certificate of Origin shall be observed; The Certificate of Origin shall be valid for a period of 12 month from the date of issue and must be summitted to the Customs Authority of the importing party within that period.Penolakan permohonan pengembalian bea masuk terhadap barang asal Australia dengan skema AANZFTA yang diberitahukan dalam PIB 000514 tanggal 05 Juni 2012 sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
bahwa surat Nomor SR-587/BC.8/2013 tanggal 21 Oktober 2013, antara lain menyatakan :
“ bahwa yang menjadi dasar hukum atas ketentuan untuk mendapatkan tarif preferensi AANZ- FTA adalah Rule 12 OCP AANZ-FTA dan Pasal 2 ayat (1) PMK-166 dengan ketentuan procedural, diantaranya wajib melampirkan asli SKA pada saat penyerahan hard copy PIB.
bunyi Rule 12 OCP AANZ-FTA : “For the purpose of claiming preferential tariff treatment, the importer shall submit to the Customs Authority at the time of import declaration the certificate of origin and other document as required, in accordance with the procedure of the Customs Authority or domestic laws and regulations of the importing party.”
bahwa pengertian “issued retroactively” yang menyatakan penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan adalah terkait dengan prosedur penerbitan SKA (issuance of Certificate of Origin), sedangkan terkait dengan ketentuan untuk mendapatkan tarif preferensi AANZ-FTA tetap mengacu pada Rule 12 OCP dan Pasal 2 ayat (1) PMK-166 dengan ketentuan procedural, diantaranya, wajib melampirkan asli SKA pada saat penyerahan hard copy PIB.
Menurut Pemohon Banding
bahwa pada saat barang telah tiba dan proses impor berlangsung, dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) yang dipersyaratkan dalam skema AANZ-FTA belum ada / belum diterima sehingga PIB Pemohon Banding ajukan terlebih dahulu melalui mekanisme PIB bayar.
bahwa dengan telah diterimanya dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (berlaku surut) seharusnya Pemohon Banding berhak mendapatkan tarif preferensi dengan skema AANZ-FTA terhadap PIB yang Bea Masuknya telah dibayarkan sebelumnya
bahwa dasar peraturan yang digunakan Pemohon Banding dalam memenuhi persyaratan skema AANZ-FTA yakni berupa dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” adalah:Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea & Cukai Nomor PER -55/BC/2011, di dalam pasal 1 ayat (14) dijelaskan sebagai berikut;” Issued Retroactively adalah penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan, yang disebabkan oleh kesalahan yang tidak disengaja, atau terdapat alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga SKA tidak dapat diterbitkan pada saat pengeksporan “Dalam peraturan yang sama pada bagian ketiga mengenai Ketentuan Prosedural dalamPasal 6 ayat (6) dan (7) dijelaskan bahwa;
(6) SKA diterbitkan menjelang, atau tidak lebih dari tiga hari kerja setelah tanggal eksportasi.(7) Dalam hal SKA tidak dapat diterbitkan dalam waktu sebagaimana diatur pada ayat (6), dengan alasan tertentu yang dapat diterima, maka penerbitan SKA dapat dilakukan selama satu tahun sejak tanggal eksportasi dengan diberi tulisanficondisi “Issued Retroactively”.
bahwa dalam kasus ini, Pemohon Banding telah melakukan impor dengan SSPCP tanggal 01 Juni 2012 dan dokumen PIB tanggal 05 Juni 2012 (terlampir), sedangkan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” baru dapat diterbitkan pada tanggal 03 Agustus 2012, artinya dokumen yang dipersyaratkan dapat Pemohon Banding penuhi dalam waktu +/- 2 bulan sejak tanggal PIB bayar dilakukan (tidak sampai melewati batas maksimal penerbitan vakni 12 bulan);
bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/201 I Pasal 9Ayat (2) dijelaskan bahwa Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada pejabat Bea dan Cukai di kantor pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy;
bahwa jelas bahwa peraturan ini tidak bisa diterapkan pada kasus Pemohon Banding, karena pada saat barang telah tiba dokumen yang dipersyaratkan belum ada. Sehingga Pemohon Banding mengajukan PIB bayar terlebih dahulu pada saat itu dengan harapan dapat memperoleh pengembalian Bea Masuk pada saat dokumen AANZ-FTA yang dipersyaratkan telah Pemohon Banding lengkapi yaitu dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively”;
bahwa dalam PER-55/BC/2011 tersebut belum ada pasal yang mengatur mengenai prosedur penggunaan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (sebagai contoh apabila barang telah tiba namun dokumen SKA belum diterima dan barang tersebut harus segera digunakan apakah harus diselesaikan PIB dengan jaminan atau PIB bayar terlebih dahulu). Hal ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Importir;
Menurut Majelis
1. Ketentuan Peraturan Yang Berlaku :
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas:
a. kelebihan pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha;
b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai;
d. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah; ataue. kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak.(2) Ketentuan tentang pengembalian bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri”;
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk.(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
  1. barang impor hasil pertanian tertentu;
  2. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan; dan
  3. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Realisasi dari Pasal 12 ayat (3) adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.011/2011 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, sebagaimana dapat dibaca pada diktum menimbang huruf c dari PMK bersangkutan, sebagai berikut :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor;
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Bea masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap:
  1. barang impor yang dikenakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional; atau
  2. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.
(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Realisasi dari Pasal 13 ayat (2) antara lain adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor166/PMK. 011/2011 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-Newzealand Free Trade Area (AANZFTA), sebagaimana dapat dibaca pada diktum menimbang huruf c dari PMK bersangkutan, sebagai berikut :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal 2 menyatakan :
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  2. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka
ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), pada pemberitahuan impor barang;
  1. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan; dan
  2. Dalam hal tarif bea masuk yang berlaku secara umum lebih rendah dari tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, tarif yang berlaku adalah tarif bea masuk yang berlaku secara umum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis dalam melakukan penelitian terhadap Surat Keterangan Asal (Form AANZ) untuk melaksanakan ketentuan mengenai Rules of Origin dalam rangka ASEAN-Australia-New .Zealand Free Trade Area, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal Pasal 9, menetapkan :
(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:
  1. kode fasilitas tarif preferensi untuk Persetujuan AANZFTA yaitu angka 58; dan b. nomor dan tanggal SKA.
(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.
2. Kondisi dan Kenyataan Pada Saat Pembuatan/Penyerahan PIB
bahwa pengisian PIB adalah sebagai berikut :
– kolom 19 (Pemenuhan Persyaratan / Fasilitas Impor) PIB – pada kotak yang disediakan – tidak mencantumkan Kode Fasilitas Tarif Preferensi, yang seharusnya diisi dengan angka 58, namun dibiarkan kosong, namun ruang dibawah kotak diisi “Certificate of Origin (CO) E12310H1525270524 tanggal 24-05-2012”.- Certificate of Origin (CO) E12310H1525270524 tanggal 24-05-2012, lazimnya nomor SKA yang diawali dengan huruf E adalah nomor Form E yang berlaku dalam skema AC- FTA.
bahwa pada saat PIB diserahkan kepada Terbanding, dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) yang dipersyaratkan dalam skema AANZ-FTA belum ada / belum diterima oleh Pemohon Banding sehingga PIB diajukan dengan membayar bea masuk sesuai tarif MFN atas pos tarif 2814.10.0000 sebesar 5%.
3. Kesimpulan Majelis :
bahwa Tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor dan menjadi dasar pembebanan bea masuk dalam BTKI 2012,
adalah berlaku umum (MFN = Most-favoured-nation), sementara Tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) adalah Tarif Prefensi yang berlaku dengan bersyarat.
bahwa syarat-syarat pemberlakuan tarif dalam skema Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), ditetapkan sebagai berikut :
a) Rule 12 OCP AANZ-FTA yang menyatakan : “For the purpose of claiming preferential tariff treatment, the importer shall submit to the Customs Authority at the time of import declaration the certificate of origin and other document as required, in accordance with the procedure of the Customs Authority or domestic laws and regulations of the importing party.”b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), Pasal 2 yang menyatakan :
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  1. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA),pada pemberitahuan impor barang;
  2. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan; dan
c) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal Pasal 9, menetapkan :
(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:
  1. kode fasilitas tarif preferensi untuk Persetujuan AANZFTA yaitu angka 58; dan b. nomor dan tanggal SKA.
(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.
bahwa pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan: “bahwa dalam PER-55/BC/2011 tersebut belum ada pasal yang mengatur mengenai prosedur penggunaan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (sebagai contoh apabila barang telah tiba namun dokumen SKA belum diterima dan barang tersebut harus segera digunakan apakah harus diselesaikan PIB dengan jaminan atau PIB bayar terlebih dahulu)”, memang seharusnya tidak ada, karena sudah jelas wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan PIB, bukan sesudahnya;
bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat, Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk sebesar Rp.2.631.617.000,00 oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik sesuai surat Nomor: S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012 yang dikuatkan Keputusan Terbanding Nomor:KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 tetap dipertahankan;
Menurut Majelis
:
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding Pemohon Banding, diperoleh petunjuk bahwa Pemohon Banding telah mengajukan permohonan pengembalian bea masuk yang dilampiri dokumen asli Form AANZFTA dengan nomor P23977 tanggal 3 Agustus 2012 atas bea masuk yang telah dibayar berdasarkan PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012.
bahwa Pemohon Banding telah melakukan importasi 10.000 MT Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia, negara asal Australia dan diberitahukan dengan PIB AJU 070000-001287-20120530-000621 / Nomor Pendaftaran 000514 tanggal 05 Juni 2012 pada pos tarif 2814.10.00.00 dengan pembebanan bea masuk 5% (MFN) serta telah melunasi bea masuk sebesar Rp. 2.631.617.000,00.
bahwa dengan surat Nomor 24/CJI-AT/FX/12 tanggal 19 September 2012 Pemohon Banding mengajukan permohonan pengembalian bea masuk berdasarkan adanya Form AANZ Nomor P23977 tanggal 3 Agustus 2012 dengan kondisi “Issued Retroactively” karena menurut skema AANZ-FTA pembebanan bea masuk atas pos tarif 2814.10.00.00 adalah 0% namun oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik ditolak dengan surat Nomor S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012.
bahwa kemudian atas penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan kepada Terbanding dengan Surat Keberatan Nomor : 031/CJI-AT/X/12 tanggal 05 Oktober 2012 yang diterima Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik secara lengkap pada tanggal 08 Oktober 2012, berdasarkan ketentuan Pasal 93A ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006;
bahwa selanjutnya, Terbanding dengan Keputusan Nomor : KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 menolak keberatan tersebut dan memperkuat penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik;
bahwa atas Surat Keputusan Terbanding tersebut, Pemohon Banding mengajukan banding dengan Surat Banding Nomor : 05/CJI-AT/013, tanggal 25 Januari 2013 kepada Pengadilan Pajak;
bahwa pembahasan Majelis mengenai Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk yang disengketakan, diuraikan sebagai berikut :
bahwa untuk memeriksa kebenaran klasifikasi dan tarif bea masuk atas importasi yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tersebut, Majelis menggunakan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI 2012) yang diterbitkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
bahwa untuk memeriksa apakah Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut dapat atau tidak dikabulkan, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi dan ketentuan yang mengatur tentang pengembalian bea masuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2006 dan peraturan pelaksanannya.
Menurut Terbanding
bahwa KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012, antara lain menyatakan :
“a) bahwa berdasarkan penelitian terhadap dokumen PIB sebagai berikut:
  • PIB diberitahukan :
    A. Jenis PIB biasa;
    B. Jenis Impor untuk dipakai;
    C. Cara Pembayaran Biasa/Tunai;
  • Kolom 15 dokumen PIB dicantumkan Invoice nomor 3152012-002 tanggal 31-05-2012;
  • kolom 19 dokumen PIB tidak dicantumkan Kode fasilitas tarif preferensi (angka 58);
  • kolom 19 tersebut diisikan nomor dokumen Certificate of Origin (CoO)
  • nomor E12310H1525270524, merupakan CoO milik PT. Alim Shipping;
  • Form AANZFTA tidak dilampirkan pada dokumen PIB;
  • Pada pemberitahuan PIB tersebut Bea Masuk tidak mendapat fasilitas preferensi tarif dan dikenakan tarif MFN 5% senilai Rp. 2.631.617.000,00;
a) bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengesahan Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru), Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEANAustralia-Selandia Baru (Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area);b) bahwa untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.0/112011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);c) bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011, pengenaan bea masuk dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dad tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya Mberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  2. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), pada pemberitahuan impor barang;
  3. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN-Australia- New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan;
d) bahwa sesuai Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011 di atas, penelitian terhadap PIB nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 kedapatan :
  1. tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang;
  2. tidak mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
  3. tidak menyampaikan lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang;
e) bahwa berdasarkan pasal 9 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-55/BC/2011 tanggal 20 Desember 2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan AseanAustralia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) menyebutkan “Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB :
  1. Kode fasilitas tarif preferensi untuk persetujuan AANZFTA yaitu angka 58;
  2. Nomor dan tanggal SKA” dan pada ayat 2 menyebutkan “Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy”;
f) bahwa atas importasi barang berupa Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tidak dapat diberikan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dan dikenakan pembebanan bea masuk berlaku umum (MFN) sebesar 5%”;
bahwa Surat Uraian Banding Nomor SR-493/BC.8/2013 tanggal 26 Juli 2013, antara lain menyatakan :
“bahwa Pemohon baru melampirkan Form AANZFTA nomor P23977 tanggal 03 Agustus 2012 pada saat mengajukan permohonan pengembalian bea masuk melalui surat nomor 24/CJI- AT/IX/12 tanggal 19 September 2012.berdasarkan Rule 13 OCP AANZFTA, The following time limits for the presentation of the Certificate of Origin shall be observed; The Certificate of Origin shall be valid for a period of 12 month from the date of issue and must be summitted to the Customs Authority of the importing party within that period.Penolakan permohonan pengembalian bea masuk terhadap barang asal Australia dengan skema AANZFTA yang diberitahukan dalam PIB 000514 tanggal 05 Juni 2012 sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
bahwa surat Nomor SR-587/BC.8/2013 tanggal 21 Oktober 2013, antara lain menyatakan :
“ bahwa yang menjadi dasar hukum atas ketentuan untuk mendapatkan tarif preferensi AANZ- FTA adalah Rule 12 OCP AANZ-FTA dan Pasal 2 ayat (1) PMK-166 dengan ketentuan procedural, diantaranya wajib melampirkan asli SKA pada saat penyerahan hard copy PIB.
bunyi Rule 12 OCP AANZ-FTA : “For the purpose of claiming preferential tariff treatment, the importer shall submit to the Customs Authority at the time of import declaration the certificate of origin and other document as required, in accordance with the procedure of the Customs Authority or domestic laws and regulations of the importing party.”
bahwa pengertian “issued retroactively” yang menyatakan penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan adalah terkait dengan prosedur penerbitan SKA (issuance of Certificate of Origin), sedangkan terkait dengan ketentuan untuk mendapatkan tarif preferensi AANZ-FTA tetap mengacu pada Rule 12 OCP dan Pasal 2 ayat (1) PMK-166 dengan ketentuan procedural, diantaranya, wajib melampirkan asli SKA pada saat penyerahan hard copy PIB.
Menurut Pemohon Banding
bahwa pada saat barang telah tiba dan proses impor berlangsung, dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) yang dipersyaratkan dalam skema AANZ-FTA belum ada / belum diterima sehingga PIB Pemohon Banding ajukan terlebih dahulu melalui mekanisme PIB bayar.
bahwa dengan telah diterimanya dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (berlaku surut) seharusnya Pemohon Banding berhak mendapatkan tarif preferensi dengan skema AANZ-FTA terhadap PIB yang Bea Masuknya telah dibayarkan sebelumnya
bahwa dasar peraturan yang digunakan Pemohon Banding dalam memenuhi persyaratan skema AANZ-FTA yakni berupa dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” adalah:Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea & Cukai Nomor PER -55/BC/2011, di dalam pasal 1 ayat (14) dijelaskan sebagai berikut;” Issued Retroactively adalah penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan, yang disebabkan oleh kesalahan yang tidak disengaja, atau terdapat alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga SKA tidak dapat diterbitkan pada saat pengeksporan “Dalam peraturan yang sama pada bagian ketiga mengenai Ketentuan Prosedural dalamPasal 6 ayat (6) dan (7) dijelaskan bahwa;(6) SKA diterbitkan menjelang, atau tidak lebih dari tiga hari kerja setelah tanggal eksportasi.(7) Dalam hal SKA tidak dapat diterbitkan dalam waktu sebagaimana diatur pada ayat (6), dengan alasan tertentu yang dapat diterima, maka penerbitan SKA dapat dilakukan selama satu tahun sejak tanggal eksportasi dengan diberi tulisanficondisi “Issued Retroactively”.
bahwa dalam kasus ini, Pemohon Banding telah melakukan impor dengan SSPCP tanggal 01 Juni 2012 dan dokumen PIB tanggal 05 Juni 2012 (terlampir), sedangkan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” baru dapat diterbitkan pada tanggal 03 Agustus 2012, artinya dokumen yang dipersyaratkan dapat Pemohon Banding penuhi dalam waktu +/- 2 bulan sejak tanggal PIB bayar dilakukan (tidak sampai melewati batas maksimal penerbitan vakni 12 bulan);
bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/201 I Pasal 9Ayat (2) dijelaskan bahwa Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada pejabat Bea dan Cukai di kantor pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy;
bahwa jelas bahwa peraturan ini tidak bisa diterapkan pada kasus Pemohon Banding, karena pada saat barang telah tiba dokumen yang dipersyaratkan belum ada. Sehingga Pemohon Banding mengajukan PIB bayar terlebih dahulu pada saat itu dengan harapan dapat memperoleh pengembalian Bea Masuk pada saat dokumen AANZ-FTA yang dipersyaratkan telah Pemohon Banding lengkapi yaitu dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively”;
bahwa dalam PER-55/BC/2011 tersebut belum ada pasal yang mengatur mengenai prosedur penggunaan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (sebagai contoh apabila barang telah tiba namun dokumen SKA belum diterima dan barang tersebut harus segera digunakan apakah harus diselesaikan PIB dengan jaminan atau PIB bayar terlebih dahulu). Hal ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Importir;
Menurut Majelis
1. Ketentuan Peraturan Yang Berlaku :
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas:
a. kelebihan pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha;
b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai;
d. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah; atau
e. kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak.(2) Ketentuan tentang pengembalian bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri”;
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk.(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
  1. barang impor hasil pertanian tertentu;
  2. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan; dan
  3. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Realisasi dari Pasal 12 ayat (3) adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.011/2011 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, sebagaimana dapat dibaca pada diktum menimbang huruf c dari PMK bersangkutan, sebagai berikut :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor;
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Bea masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap:
  1. barang impor yang dikenakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional; atau
  2. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.
(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Realisasi dari Pasal 13 ayat (2) antara lain adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor166/PMK. 011/2011 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-Newzealand Free Trade Area (AANZFTA), sebagaimana dapat dibaca pada diktum menimbang huruf c dari PMK bersangkutan, sebagai berikut :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal 2 menyatakan :
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  2. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka
ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), pada pemberitahuan impor barang;
  1. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan; dan
  2. Dalam hal tarif bea masuk yang berlaku secara umum lebih rendah dari tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, tarif yang berlaku adalah tarif bea masuk yang berlaku secara umum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis dalam melakukan penelitian terhadap Surat Keterangan Asal (Form AANZ) untuk melaksanakan ketentuan mengenai Rules of Origin dalam rangka ASEAN-Australia-New .Zealand Free Trade Area, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal Pasal 9, menetapkan :
(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:
  1. kode fasilitas tarif preferensi untuk Persetujuan AANZFTA yaitu angka 58; dan b. nomor dan tanggal SKA.
(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.
2. Kondisi dan Kenyataan Pada Saat Pembuatan/Penyerahan PIB
bahwa pengisian PIB adalah sebagai berikut :
– kolom 19 (Pemenuhan Persyaratan / Fasilitas Impor) PIB – pada kotak yang disediakan – tidak mencantumkan Kode Fasilitas Tarif Preferensi, yang seharusnya diisi dengan angka 58, namun dibiarkan kosong, namun ruang dibawah kotak diisi “Certificate of Origin (CO) E12310H1525270524 tanggal 24-05-2012”.- Certificate of Origin (CO) E12310H1525270524 tanggal 24-05-2012, lazimnya nomor SKA yang diawali dengan huruf E adalah nomor Form E yang berlaku dalam skema AC- FTA.
bahwa pada saat PIB diserahkan kepada Terbanding, dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) yang dipersyaratkan dalam skema AANZ-FTA belum ada / belum diterima oleh Pemohon Banding sehingga PIB diajukan dengan membayar bea masuk sesuai tarif MFN atas pos tarif 2814.10.0000 sebesar 5%.
3. Kesimpulan Majelis :
bahwa Tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor dan menjadi dasar pembebanan bea masuk dalam BTKI 2012,
adalah berlaku umum (MFN = Most-favoured-nation), sementara Tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) adalah Tarif Prefensi yang berlaku dengan bersyarat.
bahwa syarat-syarat pemberlakuan tarif dalam skema Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), ditetapkan sebagai berikut :
a) Rule 12 OCP AANZ-FTA yang menyatakan : “For the purpose of claiming preferential tariff treatment, the importer shall submit to the Customs Authority at the time of import declaration the certificate of origin and other document as required, in accordance with the procedure of the Customs Authority or domestic laws and regulations of the importing party.”b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), Pasal 2 yang menyatakan :
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  1. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA),pada pemberitahuan impor barang;
  2. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan; dan
c) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal Pasal 9, menetapkan :
(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:
  1. kode fasilitas tarif preferensi untuk Persetujuan AANZFTA yaitu angka 58; dan b. nomor dan tanggal SKA.
(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.
bahwa pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan: “bahwa dalam PER-55/BC/2011 tersebut belum ada pasal yang mengatur mengenai prosedur penggunaan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (sebagai contoh apabila barang telah tiba namun dokumen SKA belum diterima dan barang tersebut harus segera digunakan apakah harus diselesaikan PIB dengan jaminan atau PIB bayar terlebih dahulu)”, memang seharusnya tidak ada, karena sudah jelas wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan PIB, bukan sesudahnya;
bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat, Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk sebesar Rp. 2.631.617.000,00 oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik sesuai surat Nomor: S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012 yang dikuatkan Keputusan Terbanding Nomor:KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 tetap dipertahankan;
Menurut Majelis
:
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding Pemohon Banding, diperoleh petunjuk bahwa Pemohon Banding telah mengajukan permohonan pengembalian bea masuk yang dilampiri dokumen asli Form AANZFTA dengan nomor P23977 tanggal 3 Agustus 2012 atas bea masuk yang telah dibayar berdasarkan PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012.
bahwa Pemohon Banding telah melakukan importasi 10.000 MT Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia, negara asal Australia dan diberitahukan dengan PIB AJU 070000-001287-20120530-000621 / Nomor Pendaftaran 000514 tanggal 05 Juni 2012 pada pos tarif 2814.10.00.00 dengan pembebanan bea masuk 5% (MFN) serta telah melunasi bea masuk sebesar Rp. 2.631.617.000,00.
bahwa dengan surat Nomor 24/CJI-AT/FX/12 tanggal 19 September 2012 Pemohon Banding mengajukan permohonan pengembalian bea masuk berdasarkan adanya Form AANZ Nomor P23977 tanggal 3 Agustus 2012 dengan kondisi “Issued Retroactively” karena menurut skema AANZ-FTA pembebanan bea masuk atas pos tarif 2814.10.00.00 adalah 0% namun oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik ditolak dengan surat Nomor S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012.
bahwa kemudian atas penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan kepada Terbanding dengan Surat Keberatan Nomor : 031/CJI-AT/X/12 tanggal 05 Oktober 2012 yang diterima Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik secara lengkap pada tanggal 08 Oktober 2012, berdasarkan ketentuan Pasal 93A ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006;
bahwa selanjutnya, Terbanding dengan Keputusan Nomor : KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 menolak keberatan tersebut dan memperkuat penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik;
bahwa atas Surat Keputusan Terbanding tersebut, Pemohon Banding mengajukan banding dengan Surat Banding Nomor : 05/CJI-AT/013, tanggal 25 Januari 2013 kepada Pengadilan Pajak;
bahwa pembahasan Majelis mengenai Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk yang disengketakan, diuraikan sebagai berikut :
bahwa untuk memeriksa kebenaran klasifikasi dan tarif bea masuk atas importasi yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tersebut, Majelis menggunakan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI 2012) yang diterbitkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
bahwa untuk memeriksa apakah Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut dapat atau tidak dikabulkan, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi dan ketentuan yang mengatur tentang pengembalian bea masuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2006 dan peraturan pelaksanannya.
Menurut Terbanding
bahwa KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012, antara lain menyatakan :
“a) bahwa berdasarkan penelitian terhadap dokumen PIB sebagai berikut:
  • PIB diberitahukan : A. Jenis PIB biasa; B. Jenis Impor untuk dipakai; C. Cara Pembayaran Biasa/Tunai;
  • Kolom 15 dokumen PIB dicantumkan Invoice nomor 3152012-002 tanggal 31-05-2012;
  • kolom 19 dokumen PIB tidak dicantumkan Kode fasilitas tarif preferensi (angka 58);
  • kolom 19 tersebut diisikan nomor dokumen Certificate of Origin (CoO)
  • nomor E12310H1525270524, merupakan CoO milik PT. Alim Shipping;
  • Form AANZFTA tidak dilampirkan pada dokumen PIB;
  • Pada pemberitahuan PIB tersebut Bea Masuk tidak mendapat fasilitas preferensi tarif dan dikenakan tarif MFN 5% senilai Rp. 2.631.617.000,00;
a) bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengesahan Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru), Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEANAustralia-Selandia Baru (Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area);
b) bahwa untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.0/112011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
c) bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011, pengenaan bea masuk dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dad tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya Mberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  2. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), pada pemberitahuan impor barang;
  3. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN-Australia- New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan;
d) bahwa sesuai Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011 di atas, penelitian terhadap PIB nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 kedapatan :
  1. tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang;
  2. tidak mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
  3. tidak menyampaikan lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang;
e) bahwa berdasarkan pasal 9 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-55/BC/2011 tanggal 20 Desember 2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan AseanAustralia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) menyebutkan “Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB :
  1. Kode fasilitas tarif preferensi untuk persetujuan AANZFTA yaitu angka 58;
  2. Nomor dan tanggal SKA” dan pada ayat 2 menyebutkan “Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy”;
f) bahwa atas importasi barang berupa Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tidak dapat diberikan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dan dikenakan pembebanan bea masuk berlaku umum (MFN) sebesar 5%”;
bahwa Surat Uraian Banding Nomor SR-493/BC.8/2013 tanggal 26 Juli 2013, antara lain menyatakan :
“bahwa Pemohon baru melampirkan Form AANZFTA nomor P23977 tanggal 03 Agustus 2012 pada saat mengajukan permohonan pengembalian bea masuk melalui surat nomor 24/CJI- AT/IX/12 tanggal 19 September 2012.berdasarkan Rule 13 OCP AANZFTA, The following time limits for the presentation of the Certificate of Origin shall be observed; The Certificate of Origin shall be valid for a period of 12 month from the date of issue and must be summitted to the Customs Authority of the importing party within that period.Penolakan permohonan pengembalian bea masuk terhadap barang asal Australia dengan skema AANZFTA yang diberitahukan dalam PIB 000514 tanggal 05 Juni 2012 sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
bahwa surat Nomor SR-587/BC.8/2013 tanggal 21 Oktober 2013, antara lain menyatakan :
“ bahwa yang menjadi dasar hukum atas ketentuan untuk mendapatkan tarif preferensi AANZ- FTA adalah Rule 12 OCP AANZ-FTA dan Pasal 2 ayat (1) PMK-166 dengan ketentuan procedural, diantaranya wajib melampirkan asli SKA pada saat penyerahan hard copy PIB.
bunyi Rule 12 OCP AANZ-FTA : “For the purpose of claiming preferential tariff treatment, the importer shall submit to the Customs Authority at the time of import declaration the certificate of origin and other document as required, in accordance with the procedure of the Customs Authority or domestic laws and regulations of the importing party.”
bahwa pengertian “issued retroactively” yang menyatakan penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan adalah terkait dengan prosedur penerbitan SKA (issuance of Certificate of Origin), sedangkan terkait dengan ketentuan untuk mendapatkan tarif preferensi AANZ-FTA tetap mengacu pada Rule 12 OCP dan Pasal 2 ayat (1) PMK-166 dengan ketentuan procedural, diantaranya, wajib melampirkan asli SKA pada saat penyerahan hard copy PIB.
Menurut Pemohon Banding
bahwa pada saat barang telah tiba dan proses impor berlangsung, dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) yang dipersyaratkan dalam skema AANZ-FTA belum ada / belum diterima sehingga PIB Pemohon Banding ajukan terlebih dahulu melalui mekanisme PIB bayar.
bahwa dengan telah diterimanya dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (berlaku surut) seharusnya Pemohon Banding berhak mendapatkan tarif preferensi dengan skema AANZ-FTA terhadap PIB yang Bea Masuknya telah dibayarkan sebelumnya
bahwa dasar peraturan yang digunakan Pemohon Banding dalam memenuhi persyaratan skema AANZ-FTA yakni berupa dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” adalah:Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea & Cukai Nomor PER -55/BC/2011, di dalam pasal 1 ayat (14) dijelaskan sebagai berikut;” Issued Retroactively adalah penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan, yang disebabkan oleh kesalahan yang tidak disengaja, atau terdapat alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga SKA tidak dapat diterbitkan pada saat pengeksporan “Dalam peraturan yang sama pada bagian ketiga mengenai Ketentuan Prosedural dalamPasal 6 ayat (6) dan (7) dijelaskan bahwa;(6) SKA diterbitkan menjelang, atau tidak lebih dari tiga hari kerja setelah tanggal eksportasi.(7) Dalam hal SKA tidak dapat diterbitkan dalam waktu sebagaimana diatur pada ayat (6), dengan alasan tertentu yang dapat diterima, maka penerbitan SKA dapat dilakukan selama satu tahun sejak tanggal eksportasi dengan diberi tulisanficondisi “Issued Retroactively”.
bahwa dalam kasus ini, Pemohon Banding telah melakukan impor dengan SSPCP tanggal 01 Juni 2012 dan dokumen PIB tanggal 05 Juni 2012 (terlampir), sedangkan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” baru dapat diterbitkan pada tanggal 03 Agustus 2012, artinya dokumen yang dipersyaratkan dapat Pemohon Banding penuhi dalam waktu +/- 2 bulan sejak tanggal PIB bayar dilakukan (tidak sampai melewati batas maksimal penerbitan vakni 12 bulan);
bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/201 I Pasal 9Ayat (2) dijelaskan bahwa Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada pejabat Bea dan Cukai di kantor pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy;
bahwa jelas bahwa peraturan ini tidak bisa diterapkan pada kasus Pemohon Banding, karena pada saat barang telah tiba dokumen yang dipersyaratkan belum ada. Sehingga Pemohon Banding mengajukan PIB bayar terlebih dahulu pada saat itu dengan harapan dapat memperoleh pengembalian Bea Masuk pada saat dokumen AANZ-FTA yang dipersyaratkan telah Pemohon Banding lengkapi yaitu dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively”;
bahwa dalam PER-55/BC/2011 tersebut belum ada pasal yang mengatur mengenai prosedur penggunaan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (sebagai contoh apabila barang telah tiba namun dokumen SKA belum diterima dan barang tersebut harus segera digunakan apakah harus diselesaikan PIB dengan jaminan atau PIB bayar terlebih dahulu). Hal ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Importir;
Menurut Majelis
1. Ketentuan Peraturan Yang Berlaku :
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas:
a. kelebihan pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha;
b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai;
d. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah; ataue. kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak.(2) Ketentuan tentang pengembalian bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri”;
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk.(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
  1. barang impor hasil pertanian tertentu;
  2. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan; dan
  3. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Realisasi dari Pasal 12 ayat (3) adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.011/2011 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, sebagaimana dapat dibaca pada diktum menimbang huruf c dari PMK bersangkutan, sebagai berikut :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor;
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Bea masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap:
  1. barang impor yang dikenakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional; atau
  2. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.
(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Realisasi dari Pasal 13 ayat (2) antara lain adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor166/PMK. 011/2011 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-Newzealand Free Trade Area (AANZFTA), sebagaimana dapat dibaca pada diktum menimbang huruf c dari PMK bersangkutan, sebagai berikut :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal 2 menyatakan :
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  2. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka
ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), pada pemberitahuan impor barang;
  1. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan; dan
  2. Dalam hal tarif bea masuk yang berlaku secara umum lebih rendah dari tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, tarif yang berlaku adalah tarif bea masuk yang berlaku secara umum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis dalam melakukan penelitian terhadap Surat Keterangan Asal (Form AANZ) untuk melaksanakan ketentuan mengenai Rules of Origin dalam rangka ASEAN-Australia-New .Zealand Free Trade Area, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal Pasal 9, menetapkan :
(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:
  1. kode fasilitas tarif preferensi untuk Persetujuan AANZFTA yaitu angka 58; dan b. nomor dan tanggal SKA.
(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.
2. Kondisi dan Kenyataan Pada Saat Pembuatan/Penyerahan PIB
bahwa pengisian PIB adalah sebagai berikut :
– kolom 19 (Pemenuhan Persyaratan / Fasilitas Impor) PIB – pada kotak yang disediakan – tidak mencantumkan Kode Fasilitas Tarif Preferensi, yang seharusnya diisi dengan angka 58, namun dibiarkan kosong, namun ruang dibawah kotak diisi “Certificate of Origin (CO) E12310H1525270524 tanggal 24-05-2012”.- Certificate of Origin (CO) E12310H1525270524 tanggal 24-05-2012, lazimnya nomor SKA yang diawali dengan huruf E adalah nomor Form E yang berlaku dalam skema AC- FTA.
bahwa pada saat PIB diserahkan kepada Terbanding, dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) yang dipersyaratkan dalam skema AANZ-FTA belum ada / belum diterima oleh Pemohon Banding sehingga PIB diajukan dengan membayar bea masuk sesuai tarif MFN atas pos tarif 2814.10.0000 sebesar 5%.
3. Kesimpulan Majelis :
bahwa Tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor dan menjadi dasar pembebanan bea masuk dalam BTKI 2012,
adalah berlaku umum (MFN = Most-favoured-nation), sementara Tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) adalah Tarif Prefensi yang berlaku dengan bersyarat.
bahwa syarat-syarat pemberlakuan tarif dalam skema Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), ditetapkan sebagai berikut :
a) Rule 12 OCP AANZ-FTA yang menyatakan : “For the purpose of claiming preferential tariff treatment, the importer shall submit to the Customs Authority at the time of import declaration the certificate of origin and other document as required, in accordance with the procedure of the Customs Authority or domestic laws and regulations of the importing party.”
b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), Pasal 2 yang menyatakan :
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  1. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA),pada pemberitahuan impor barang;
  2. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan; dan
c) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal Pasal 9, menetapkan :
(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:
  1. kode fasilitas tarif preferensi untuk Persetujuan AANZFTA yaitu angka 58; dan b. nomor dan tanggal SKA.
(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.
bahwa pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan: “bahwa dalam PER-55/BC/2011 tersebut belum ada pasal yang mengatur mengenai prosedur penggunaan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (sebagai contoh apabila barang telah tiba namun dokumen SKA belum diterima dan barang tersebut harus segera digunakan apakah harus diselesaikan PIB dengan jaminan atau PIB bayar terlebih dahulu)”, memang seharusnya tidak ada, karena sudah jelas wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan PIB, bukan sesudahnya;
bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat, Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk sebesar Rp. 2.631.617.000,00 oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik sesuai surat Nomor: S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012 yang dikuatkan Keputusan Terbanding Nomor:KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 tetap dipertahankan;
Menurut Majelis
:
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding Pemohon Banding, diperoleh petunjuk bahwa Pemohon Banding telah mengajukan permohonan pengembalian bea masuk yang dilampiri dokumen asli Form AANZFTA dengan nomor P23977 tanggal 3 Agustus 2012 atas bea masuk yang telah dibayar berdasarkan PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012.
bahwa Pemohon Banding telah melakukan importasi 10.000 MT Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia, negara asal Australia dan diberitahukan dengan PIB AJU 070000-001287-20120530-000621 / Nomor Pendaftaran 000514 tanggal 05 Juni 2012 pada pos tarif 2814.10.00.00 dengan pembebanan bea masuk 5% (MFN) serta telah melunasi bea masuk sebesar Rp. 2.631.617.000,00.
bahwa dengan surat Nomor 24/CJI-AT/FX/12 tanggal 19 September 2012 Pemohon Banding mengajukan permohonan pengembalian bea masuk berdasarkan adanya Form AANZ Nomor P23977 tanggal 3 Agustus 2012 dengan kondisi “Issued Retroactively” karena menurut skema AANZ-FTA pembebanan bea masuk atas pos tarif 2814.10.00.00 adalah 0% namun oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik ditolak dengan surat Nomor S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012.
bahwa kemudian atas penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan kepada Terbanding dengan Surat Keberatan Nomor : 031/CJI-AT/X/12 tanggal 05 Oktober 2012 yang diterima Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik secara lengkap pada tanggal 08 Oktober 2012, berdasarkan ketentuan Pasal 93A ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006;
bahwa selanjutnya, Terbanding dengan Keputusan Nomor : KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 menolak keberatan tersebut dan memperkuat penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik;
bahwa atas Surat Keputusan Terbanding tersebut, Pemohon Banding mengajukan banding dengan Surat Banding Nomor : 05/CJI-AT/013, tanggal 25 Januari 2013 kepada Pengadilan Pajak;
bahwa pembahasan Majelis mengenai Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk yang disengketakan, diuraikan sebagai berikut :
bahwa untuk memeriksa kebenaran klasifikasi dan tarif bea masuk atas importasi yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tersebut, Majelis menggunakan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI 2012) yang diterbitkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
bahwa untuk memeriksa apakah Permohonan Pengembalian Bea Masuk tersebut dapat atau tidak dikabulkan, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi dan ketentuan yang mengatur tentang pengembalian bea masuk berdasarkan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 17 Tahun 2006 dan peraturan pelaksanannya.
Menurut Terbanding
bahwa KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012, antara lain menyatakan :
“a) bahwa berdasarkan penelitian terhadap dokumen PIB sebagai berikut:
  • PIB diberitahukan : A. Jenis PIB biasa; B. Jenis Impor untuk dipakai; C. Cara Pembayaran Biasa/Tunai;
  • Kolom 15 dokumen PIB dicantumkan Invoice nomor 3152012-002 tanggal 31-05-2012;
  • kolom 19 dokumen PIB tidak dicantumkan Kode fasilitas tarif preferensi (angka 58);
  • kolom 19 tersebut diisikan nomor dokumen Certificate of Origin (CoO)
  • nomor E12310H1525270524, merupakan CoO milik PT. Alim Shipping;
  • Form AANZFTA tidak dilampirkan pada dokumen PIB;
  • Pada pemberitahuan PIB tersebut Bea Masuk tidak mendapat fasilitas preferensi tarif dan dikenakan tarif MFN 5% senilai Rp. 2.631.617.000,00;
a) bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengesahan Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru), Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEANAustralia-Selandia Baru (Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area);
b) bahwa untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.0/112011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
c) bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011, pengenaan bea masuk dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dad tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya Mberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  2. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), pada pemberitahuan impor barang;
  3. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN-Australia- New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan;
d) bahwa sesuai Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011 di atas, penelitian terhadap PIB nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 kedapatan :
  1. tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang;
  2. tidak mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
  3. tidak menyampaikan lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang;
e) bahwa berdasarkan pasal 9 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-55/BC/2011 tanggal 20 Desember 2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan AseanAustralia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) menyebutkan “Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB :
  1. Kode fasilitas tarif preferensi untuk persetujuan AANZFTA yaitu angka 58;
  2. Nomor dan tanggal SKA” dan pada ayat 2 menyebutkan “Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy”;
f) bahwa atas importasi barang berupa Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 tidak dapat diberikan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) dan dikenakan pembebanan bea masuk berlaku umum (MFN) sebesar 5%”;
bahwa Surat Uraian Banding Nomor SR-493/BC.8/2013 tanggal 26 Juli 2013, antara lain menyatakan :
“bahwa Pemohon baru melampirkan Form AANZFTA nomor P23977 tanggal 03 Agustus 2012 pada saat mengajukan permohonan pengembalian bea masuk melalui surat nomor 24/CJI- AT/IX/12 tanggal 19 September 2012.berdasarkan Rule 13 OCP AANZFTA, The following time limits for the presentation of the Certificate of Origin shall be observed; The Certificate of Origin shall be valid for a period of 12 month from the date of issue and must be summitted to the Customs Authority of the importing party within that period.Penolakan permohonan pengembalian bea masuk terhadap barang asal Australia dengan skema AANZFTA yang diberitahukan dalam PIB 000514 tanggal 05 Juni 2012 sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
bahwa surat Nomor SR-587/BC.8/2013 tanggal 21 Oktober 2013, antara lain menyatakan :
“ bahwa yang menjadi dasar hukum atas ketentuan untuk mendapatkan tarif preferensi AANZ- FTA adalah Rule 12 OCP AANZ-FTA dan Pasal 2 ayat (1) PMK-166 dengan ketentuan procedural, diantaranya wajib melampirkan asli SKA pada saat penyerahan hard copy PIB.
bunyi Rule 12 OCP AANZ-FTA : “For the purpose of claiming preferential tariff treatment, the importer shall submit to the Customs Authority at the time of import declaration the certificate of origin and other document as required, in accordance with the procedure of the Customs Authority or domestic laws and regulations of the importing party.”
bahwa pengertian “issued retroactively” yang menyatakan penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan adalah terkait dengan prosedur penerbitan SKA (issuance of Certificate of Origin), sedangkan terkait dengan ketentuan untuk mendapatkan tarif preferensi AANZ-FTA tetap mengacu pada Rule 12 OCP dan Pasal 2 ayat (1) PMK-166 dengan ketentuan procedural, diantaranya, wajib melampirkan asli SKA pada saat penyerahan hard copy PIB.
Menurut Pemohon Banding
bahwa pada saat barang telah tiba dan proses impor berlangsung, dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) yang dipersyaratkan dalam skema AANZ-FTA belum ada / belum diterima sehingga PIB Pemohon Banding ajukan terlebih dahulu melalui mekanisme PIB bayar.
bahwa dengan telah diterimanya dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (berlaku surut) seharusnya Pemohon Banding berhak mendapatkan tarif preferensi dengan skema AANZ-FTA terhadap PIB yang Bea Masuknya telah dibayarkan sebelumnya
bahwa dasar peraturan yang digunakan Pemohon Banding dalam memenuhi persyaratan skema AANZ-FTA yakni berupa dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” adalah:Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea & Cukai Nomor PER -55/BC/2011, di dalam pasal 1 ayat (14) dijelaskan sebagai berikut;” Issued Retroactively adalah penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan, yang disebabkan oleh kesalahan yang tidak disengaja, atau terdapat alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga SKA tidak dapat diterbitkan pada saat pengeksporan “Dalam peraturan yang sama pada bagian ketiga mengenai Ketentuan Prosedural dalamPasal 6 ayat (6) dan (7) dijelaskan bahwa;(6) SKA diterbitkan menjelang, atau tidak lebih dari tiga hari kerja setelah tanggal eksportasi.(7) Dalam hal SKA tidak dapat diterbitkan dalam waktu sebagaimana diatur pada ayat (6), dengan alasan tertentu yang dapat diterima, maka penerbitan SKA dapat dilakukan selama satu tahun sejak tanggal eksportasi dengan diberi tulisanficondisi “Issued Retroactively”.
bahwa dalam kasus ini, Pemohon Banding telah melakukan impor dengan SSPCP tanggal 01 Juni 2012 dan dokumen PIB tanggal 05 Juni 2012 (terlampir), sedangkan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” baru dapat diterbitkan pada tanggal 03 Agustus 2012, artinya dokumen yang dipersyaratkan dapat Pemohon Banding penuhi dalam waktu +/- 2 bulan sejak tanggal PIB bayar dilakukan (tidak sampai melewati batas maksimal penerbitan vakni 12 bulan);
bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/201 I Pasal 9Ayat (2) dijelaskan bahwa Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada pejabat Bea dan Cukai di kantor pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy;
bahwa jelas bahwa peraturan ini tidak bisa diterapkan pada kasus Pemohon Banding, karena pada saat barang telah tiba dokumen yang dipersyaratkan belum ada. Sehingga Pemohon Banding mengajukan PIB bayar terlebih dahulu pada saat itu dengan harapan dapat memperoleh pengembalian Bea Masuk pada saat dokumen AANZ-FTA yang dipersyaratkan telah Pemohon Banding lengkapi yaitu dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively”;
bahwa dalam PER-55/BC/2011 tersebut belum ada pasal yang mengatur mengenai prosedur penggunaan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (sebagai contoh apabila barang telah tiba namun dokumen SKA belum diterima dan barang tersebut harus segera digunakan apakah harus diselesaikan PIB dengan jaminan atau PIB bayar terlebih dahulu). Hal ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Importir;
Menurut Majelis
1. Ketentuan Peraturan Yang Berlaku :
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas:
a. kelebihan pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha;
b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai;
d. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah; ataue. kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak.(2) Ketentuan tentang pengembalian bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri”;
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Barang impor dipungut bea masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk.(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
  1. barang impor hasil pertanian tertentu;
  2. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan; dan
  3. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Realisasi dari Pasal 12 ayat (3) adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.011/2011 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor, sebagaimana dapat dibaca pada diktum menimbang huruf c dari PMK bersangkutan, sebagai berikut :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor;
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan :
(1) Bea masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap:
  1. barang impor yang dikenakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional; atau
  2. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan.
(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
Realisasi dari Pasal 13 ayat (2) antara lain adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor166/PMK. 011/2011 Tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-Newzealand Free Trade Area (AANZFTA), sebagaimana dapat dibaca pada diktum menimbang huruf c dari PMK bersangkutan, sebagai berikut :
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal 2 menyatakan :
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  2. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka
ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), pada pemberitahuan impor barang;
  1. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan; dan
  2. Dalam hal tarif bea masuk yang berlaku secara umum lebih rendah dari tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, tarif yang berlaku adalah tarif bea masuk yang berlaku secara umum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis dalam melakukan penelitian terhadap Surat Keterangan Asal (Form AANZ) untuk melaksanakan ketentuan mengenai Rules of Origin dalam rangka ASEAN-Australia-New .Zealand Free Trade Area, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal Pasal 9, menetapkan :
(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:
  1. kode fasilitas tarif preferensi untuk Persetujuan AANZFTA yaitu angka 58; dan b. nomor dan tanggal SKA.
(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.
2. Kondisi dan Kenyataan Pada Saat Pembuatan/Penyerahan PIB
bahwa pengisian PIB adalah sebagai berikut :
– kolom 19 (Pemenuhan Persyaratan / Fasilitas Impor) PIB – pada kotak yang disediakan – tidak mencantumkan Kode Fasilitas Tarif Preferensi, yang seharusnya diisi dengan angka 58, namun dibiarkan kosong, namun ruang dibawah kotak diisi “Certificate of Origin (CO) E12310H1525270524 tanggal 24-05-2012”.- Certificate of Origin (CO) E12310H1525270524 tanggal 24-05-2012, lazimnya nomor SKA yang diawali dengan huruf E adalah nomor Form E yang berlaku dalam skema AC- FTA.
bahwa pada saat PIB diserahkan kepada Terbanding, dokumen SKA (Surat Keterangan Asal) yang dipersyaratkan dalam skema AANZ-FTA belum ada / belum diterima oleh Pemohon Banding sehingga PIB diajukan dengan membayar bea masuk sesuai tarif MFN atas pos tarif 2814.10.0000 sebesar 5%.
3. Kesimpulan Majelis :
bahwa Tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor dan menjadi dasar pembebanan bea masuk dalam BTKI 2012,
adalah berlaku umum (MFN = Most-favoured-nation), sementara Tarif yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) adalah Tarif Prefensi yang berlaku dengan bersyarat.
bahwa syarat-syarat pemberlakuan tarif dalam skema Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), ditetapkan sebagai berikut :
a) Rule 12 OCP AANZ-FTA yang menyatakan : “For the purpose of claiming preferential tariff treatment, the importer shall submit to the Customs Authority at the time of import declaration the certificate of origin and other document as required, in accordance with the procedure of the Customs Authority or domestic laws and regulations of the importing party.”b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK. 011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Dalam Rangka Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), Pasal 2 yang menyatakan :
(1) Pengenaan bea masuk berdasarkan penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang lebih rendah dari tarif bea masuk yang berlaku secara umum, hanya diberlakukan terhadap barang impor yang dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal (Form AANZ) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara-negara bersangkutan;
  1. Importir wajib mencantumkan nomor referensi Surat Keterangan Asal (Form AANZ) sebagaimana dimaksud pada huruf a dan kode fasilitas dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA),pada pemberitahuan impor barang;
  2. Lembar asli dari Surat Keterangan Asal (Form AANZ) dalam rangka ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf b di Kantor Pabean pada pelabuhan pemasukan; dan
c) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-55/BC/2011 tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal Dalam Rangka Persetujuan Asean-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dalam Pasal Pasal 9, menetapkan :
(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:
  1. kode fasilitas tarif preferensi untuk Persetujuan AANZFTA yaitu angka 58; dan b. nomor dan tanggal SKA.
(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.
bahwa pernyataan Pemohon Banding yang menyatakan: “bahwa dalam PER-55/BC/2011 tersebut belum ada pasal yang mengatur mengenai prosedur penggunaan dokumen SKA dengan kondisi “Issued Retroactively” (sebagai contoh apabila barang telah tiba namun dokumen SKA belum diterima dan barang tersebut harus segera digunakan apakah harus diselesaikan PIB dengan jaminan atau PIB bayar terlebih dahulu)”, memang seharusnya tidak ada, karena sudah jelas wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan PIB, bukan sesudahnya;
bahwa oleh karenanya Majelis berpendapat, Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk sebesar Rp. 2.631.617.000,00 oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Gresik sesuai surat Nomor: S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012 yang dikuatkan Keputusan Terbanding Nomor:KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 tetap dipertahankan;
MENIMBANG
bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkeyakinan untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding dan menetapkan atas bea masuk 10.000 MT Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia, negara asal Australia yang telah dibayar sebesar Rp 2.631.617.000,00 sebagaimana yang diberitahukan dalam PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 201 tidak dapat dikembalikan
MENIMBANG
Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Bading Terbanding, Tanggapan Surat Uraian Banding Pemohon Banding, pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan serta kesimpulan tersebut di atas
MENGINGAT
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009;
MEMUTUSKAN
Menolak permohonan
 banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-737/WBC.10/2012 tanggal 04 Desember 2012 tentang Penetapan Atas Keberatan PT. XXX Terhadap Penetapan Penolakan Permohonan Pengembalian Bea Masuk Sesuai Surat Nomor S-1868/WBC.10/KPP.04/2012 tanggal 20 September 2012, atas nama PT. XXX dan menetapkan atas bea masuk 10.000 MT Fully Refrigerated Anhydrous Ammonia, negara asal Australia yang telah dibayar berdasarkan PIB Nomor 000514 tanggal 05 Juni 2012 sebesar Rp. 2.631.617.000,00 tidak dapat dikembalikan.
Demikian diputus di Jakarta pada hari Selasa, tanggal 22 Oktober 2013, berdasarkan Musyawarah Majelis VII Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut :
Ir. J.B. Bambang Widyastata sebagai Hakim Ketua,
Karlan Sjaibun Lubis, S.Sos. sebagai Hakim Anggota,
Drs. Bambang Sudjatmoko sebagai Hakim Anggota,
Yosephine Riane E.R., S.H., M.H. sebagaiPanitera Pengganti.
Dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa, tanggal 12 Nopember 2013, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Pemohon Banding namun dihadiri oleh Terbanding.
Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Hubungi Kami :

Jika ada pertanyaan tentang pajak , silahkan :

Email ke :

info@indonesiantax.com

Whatsapp : 0852 8009 6200

%d blogger menyukai ini: