Keputusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-51056/PP/M.XIIA/99/2014

Tinggalkan komentar

31 Januari 2018 oleh anggi pratiwi

Keputusan Pengadilan Pajak

RISALAH
Putusan Pengadilan Pajak Nomor: Put-51056/PP/M.XIIA/99/2014
JENIS PAJAK
Gugatan
TAHUN PAJAK
2012
POKOK SENGKETA
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2012 Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 dengan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-274/WPJ.24/2013 tanggal 25 Maret 2013;
Menurut Tergugat
:
bahwa Surat Tagihan Pajak Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 09 November 2012 diterbitkan berdasarkan hasil penelitian atas Laporan Keuangan ( Laporan Rugi/Laba) Penggugat Tahun Pajak 2011 dimana dari hasil penelitian tersebut ditindaklanjuti dengan dikirimkannya Surat Himbauan Pembetulan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 kepada Penggugat dengan Surat Nomor: S06766/WPJ.24/KP.08/2012 tanggal 07 September 2012, dalam surat himbauan tersebut dijelaskan dasar perhitungan perubahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25, dimana semula sebesar Rp4.366.299,00 berubah menjadi Rp93.691.432,00;
Menurut Penggugat
:
karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;
Menurut Majelis
:
bahwa menurut Tergugat bahwa permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Tergugat Nomor: KEP-274/WPJ.24/2013 tanggal 25 Maret 2013 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan 25 Masa Pajak Juni 2012 Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 09 November 2012 tidak memenuhi ketentuan Pasal 37 huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, sehingga bukan merupakan obyek yang dapat diajukan gugatan sebagaimana Pasal 23 ayat (2) KUP;
bahwa berdasarkan kuasa dari Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Penggugat meminta pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 karena Surat Tagihan Pajak tersebut tidak benar dan tidak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
bahwa sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009, menyebutkan:(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
  2. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
  3. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;ataud. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
    1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan;atau
    2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak;
bahwa menurut Majelis, Penggugat mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2012 Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 dengan menggunakan Pasal 36 ayat (1) huruf c KUP dan merupakan sengketa yang tidak terkait dengan Surat Ketetapan Pajak atau sengketa yang berdiri sendiri;
bahwa menurut Majelis, keputusan Tergugat Nomor: KEP-274/WPJ.24/2013 tanggal 25 Maret 2013 merupakan penolakan terhadap permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2012 Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 dengan menggunakan Pasal 36 ayat (1) huruf c, merupakan keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang dapat diajukan gugatan;
bahwa menurut Majelis, permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2012 Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 yang dimaksudkan Penggugat adalah mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 KUP;
bahwa Majelis melakukan pemeriksaan lebih mendalam terhadap Surat Tagihan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2012 Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012;
bahwa Tergugat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 09 November 2012 berdasarkan hasil penelitian atas Laporan Keuangan (Laporan Rugi/Laba) Penggugat Tahun Pajak 2011 dimana dari hasil penelitian tersebut ditindaklanjuti dengan dikirimkannya Surat Himbauan Pembetulan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 kepada Penggugat dengan Surat Nomor: S-06766/WPJ.24/KP.08/2012 tanggal 07 September 2012, dalam surat himbauan tersebut dijelaskan dasar perhitungan perubahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25, dimana semula sebesar Rp4.366.299,00 berubah menjadiRp93.691.432,00;
bahwa alasan perubahan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan penelitian/ penghitungan atas Laporan Keuangan (Laporan Laba/Rugi), diketahui terdapat selisih kurs atas pokok pinjaman sebesar Rp4.536.857.043,00 yang harus dikeluarkan dari komponen biaya atau tidak boleh dibebankan sebagai biaya/pengurang dari penghasilan neto dari usaha sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 (PKP-Dasar Pengenaan Pajak Pasal 25);
bahwa dasar hukum penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 menurut Tergugat adalah sebagai berikut:
  • Pasal 25 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008;
  • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu yaitu Pasal 1 huruf d, Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (1) dan (2);
  • Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-06/PJ.42/2003 tanggal 2 Januari 2003 tentang penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal terdapat penghasilan tidak teratur;
bahwa menurut Penggugat sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S06/PJ.42/2003 tanggal 2 Januari 2003 bahwa Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-274/WPJ.24/2013 tanggal 25 Maret 2013 dan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 yang diterbitkan oleh Tergugat adalah tidak benar, dimana Surat Tagihan Pajak tersebut bersumber dari himbauan pembetulan angsuran pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal terdapat penghasilan selisih kurs tidak teratur adalah tidak benar, dimana menurut Penggugat selisih kurs yang Penggugat peroleh adalah penghasilan teratur dimana:
  1. Selisih kurs tersebut secara nyata Penggugat terima secara rutin dalam setiap tahun pajak, pengertian secara rutin artinya Penggugat telah mengakui adanya kerugian selisih kurs atas pinjaman Penggugat kepada bank sejak lama dan itu bersifat rutin bukan insedentil serta pengakuan selisih kurs Penggugat menggunakan metode kurs tetap taat asas yaitu pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan mata uang asing tersebut (sesuai dengan SE-03/PJ.31/1997 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap selisih kurs) dimana selisih kurs diakui saat pembayaran ( Realisasi);
  2. Kerugian selisih kurs yang terjadi atas hutang bank Penggugat adalah merupakan biaya rutin yang melekat pada pembayaran angsuran pokok pinjaman, dan pinjaman bank tersebut merupakan modal kerja yang berkaitan dengan kegiatan usaha Penggugat;
bahwa berdasarkan Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut di atas, bahwa Penggugat juga telah melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun 2012 pada tanggal 15 Februari 2013 , dimana atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang untuk Tahun Pajak 2012 telah Penggugat lunasi sehingga tidak ada lagi korelasi penerbitan Surat Tagihan Pajak tersebut sebagai sarana menagih angsuran kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal 25;berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap sengketa gugatan yang diajukan oleh Penggugat secara kronologis dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Penggugat dengan surat Nomor: FPS/PJ/03/12/2012 tanggal 3 Desember 2012 mengajukan Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2012 Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012;2. Tergugat menjawab permohonan tersebut dengan keputusan Nomor: KEP274/WPJ.24/2013 tanggal 25 Maret 2013 perihal Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 Masa Pajak Juni 2012;3. Penggugat dengan surat Nomor: FPS/PJ/09/04/2013 tanggal 1 April 2013 mengajukan gugatan terhadap keputusan Tergugat Nomor: KEP- 274/WPJ.24/2013 tanggal 25 Maret 2013;
bahwa sesuai Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, menyebutkan:Pasal 25(6) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam Tahun Pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
  1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
  2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
  3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
  4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
  5. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
  6. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak;
bahwa sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu, menyebutkan:
  • Pasal 1 huruf d
    Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta ( capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok; serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil”;
  • Pasal 3 ayat (1)
    Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17Tahun 2000, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak”;
  • Pasal 3 ayat (2)
    ”Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut”;
bahwa sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-06/PJ.42/2003 tanggal 02 Januari 2003 tentang penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal terdapat penghasilan tidak teratur, menyebutkan:
Keuntungan selisih kurs merupakan penghasilan teratur apabila bersumber dari kegiatan usaha perdagangan valuta asing sebagaimana yang lazim dilakukan oleh pedagang valas (money changer) maupun bank, demikian pula keuntungan selisih kurs yang diperoleh secara teratur yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal. Namun keuntungan selisih kurs yang berasal dari utang piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta sepanjang bukan penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil bukan merupakan penghasilan teratur;
Sejalan dengan pengertian penghasilan teratur yang dapat digunakan sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya (termasuk kerugian selisih kurs) yang merupakan bagian dari penghasilan teratur, adapun kerugian selisih kurs yang berasal dari pokok utang piutang dalam mata uang asing serta kerugian yang bukan dari kegiatan usaha pokok, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam penetapan dasar penghitungan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 ”;
bahwa sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-404/PJ.42/2001 tanggal 14 Agustus 2001 tentang Penegasan penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal terdapat penghasilan tidak teratur, menyebutkan:
Keuntungan atau kerugian selisih kurs pada dasarnya terjadi karena fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing yang tidak dapat direncanakan atau diatur melainkan sangat tergantung pada kondisi perekonomian pada umumnya, sehingga sifatnya tidak pasti dan sulit diperkirakan”;Oleh karena itu keuntungan selisih kurs yang berasal dari pokok utang/piutang serta saldo kas/bank dalam valuta asing pada akhir tahun buku dan atau pada saat pencairan pokok utang/piutang serta saldo kas/bank tidak merupakan penghasilan teratur dan tidak dimasukkan dalam penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berjalan. Namun keuntungan selisih kurs yang diperoleh dalam rangka kegiatan usaha perdagangan valuta asing sebagaimana yang lazim dilakukan oleh pedagang valas (money changer) maupun bank, termasuk dalam pengertian penghasilan teratur yang diharapkan. Demikian pula keuntungan selisih kurs yang melekat pada omset/tagihan serta penghasilan teratur lainnya (bunga, sewa, dividen, dll) yang merupakan Objek Pajak adalah bagian dari penghasilan teratur tersebut;
Sejalan dengan pengertian penghasilan teratur tersebut di atas, maka biaya-biaya (termasuk kerugian selisih kurs) yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam penetapan dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah biaya-biaya (termasuk kerugian selisih kurs) yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan teratur tersebut. Dengan demikian, khususnya mengenai kerugian selisih kurs yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam penetapan dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 , adalah kerugian selisih kurs yang merupakan bagian dari penghasilan teratur atau yang diperoleh perusahaan pedagang valuta asing maupun bank. Adapun kerugian selisih kurs yang berasal dari pokok utang/piutang serta saldo kas/bank dalam valuta asing pada akhir tahun buku dan atau pada saat pencairan pokok utang/piutang serta saldo kas/bank, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam penetapan dasar penghitungan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 ”;
bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas yang berkaitan dengan kerugian selisih kurs, Tergugat menyatakan bahwa kerugian/biaya selisih kurs itu berasal dari pembayaran pokok utang (pinjaman) dan bukan selisih kurs yang melekat pada omset (peredaran usaha) dan tagihan dari kegiatan usaha pokok Penggugat, sehingga kerugian selisih kurs yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah kerugian selisih kurs yang terjadi atas penghasilan teratur;
bahwa penghasilan teratur sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurangkurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak termasuk keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil;
bahwa menurut Penggugat, kerugian selisih kurs atas pinjaman Penggugat kepada bank terjadi sejak lama dan itu bersifat rutin bukan insedentil dan penghitungannya menggunakan metode kurs tetap secara taat asas yaitu pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi, sehingga kerugian selisih kurs yang terjadi atas hutang bank adalah merupakan biaya rutin yang melekat pada pembayaran angsuran pokok pinjaman, yang digunakan untuk modal kerja yang berkaitan dengan kegiatan usaha Penggugat;
bahwa menurut Majelis, oleh karena kerugian selisih kurs yang terjadi pada Penggugat berkaitan dengan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing yang berasal dari hutang bank, maka kerugian selisih kurs tersebut bukan merupakan penghasilan teratur sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000;
bahwa berdasarkan hal tersebut Majelis berkesimpulan bahwa oleh karena kerugian selisih kurs yang terjadi pada Penggugat bukan merupakan penghasilan teratur, maka kerugian selisih kurs tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagai dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2012;
bahwa selanjutnya Majelis berpendapat bahwa dasar penetapan penghitungan PPh Pasal 25 yang dilakukan Tergugat telah sesuai dengan ketentuan, sehingga Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Juni 2012 Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 dan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-274/WPJ.24/2013 tanggal 25 Maret 2013 tetap dipertahankan;
MENIMBANG
bahwa oleh karena hasil pemeriksaan dalam persidangan menolak gugatan Penggugat, maka Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak gugatan Penggugat, sehingga perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Juni 2012 yang masih harus dibayar sebagai berikut:
Surat Gugatan, Surat Tanggapan, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan Majelis a quo;
MENGINGAT
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;
MEMUTUSKAN
Menolak gugatan
 Penggugat atasSurat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-274/WPJ.24/2013 tanggal 25 Maret 2013 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) huruf c karena permohonan Wajib Pajak Nomor: 00055/106/12/641/12 tanggal 9 Nopember 2012 Masa Pajak Juni 2012, atas nama: XXX.
Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah Majelis XIIA Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Surat Penetapan Nomor: Pen.00612/PP/PM/VI/2013 tanggal 21 Juni 2013 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
Drs. R. Arief Boediman, SH, MM, MH sebagai Hakim Ketua
Johantiono, SH sebagai Hakim Anggota
Drs. Djoko Joewono Hariadi, MSi sebagai Hakim Anggota
Arif Wijono sebagai Panitera Pengganti
dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Kamis tanggal 6 Maret 2014 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dihadiri oleh Tergugat maupun Penggugat.
Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Hubungi Kami :

Jika ada pertanyaan tentang pajak , silahkan :

Email ke :

info@indonesiantax.com

Whatsapp : 0852 8009 6200

%d blogger menyukai ini: